Perjanjian Kerajaan Simpang Matan dan Meliau Tahun 1886
Bahwa kita Sri paduka
Panembahan Simpang Matan serta juga kita punya menteri – menteri, dan kita sri
paduka pangeran Meliau serta juga kita punya menteri menteri mengaku menerangkan dan menetapkan dengan
surat ini atas watasan kerajaan Simpang dengan Kerajaan Meliau sebagaimana juga
telah dititahkan oleh sri paduka tuan Residen di Pontianak yaitu :
Dari kuala Sungai
Labai terus mudik sungai itu sampai di gunung Sinangkau //
Sebelah kanan mudik
Simpang punya, disebelah kiri mudik Meliau punya //
Dari gunung Sinangkau
satu garis, terus sampai di gunung kuali //
Dari situ terus ke
bukit tukung //
dari situ terus ke
bukit pagar lintang //
dari situ terus ke
bukit perahu belah//
Dari situ terus
kebukit rangka raya//
dari situ terus ke
bukit kayu laga//
Dari situ terus ke
bukit raya //
mengertinya yang itu
gunung - gunung semuanya dibelah dua //
Yang sebelah kanan
Simpang punya, yang sebelah kiri meliau punya //
Dan lagi kita sri
paduka Panembahan Simpang serta dengan menterinya mengaku
jika orang meliau
mengambil isi utan seperti damar, getah, rotan, kayu//
atau lain barang yang
ada di atas tanah //
kita selam
lamanya Tiada mengambil hasil kepada
orang meliau dari barang itu //
Yang diambil antara
sungai labai sama sungai maninjau,
jika di belakang hari diambil apa apa barang
juga Juga di dalam tanah itu, melainkan orang meliau, mesti bayar kepada
Panembahan Simpang seperti diatur di dalam kontrak //
dari itu pemberian
sama orang meliau kita sri paduka panembahan Simpang, kasih itu dengan Sri paduka
Tuan residen.
Tertulis di sukadana
pada hari 10 bulan September tahun 1886 atau hari 11 bulan haji tahun 1303 H.
Di cap dan
ditandatangani oleh
Panembahan Surya
ningrat bin panembahan kesumaningrat
Pangeran mangkubumi
ratoe moeda pakoe (radja van meliau)
De resident Soekadana
----------------------------------------------------------------
Sumber surat ini berasal dari arsip nasional republik
indonesia yang di innetarisir oleh Bapak Yusri Darmadi yang kemduian di berikan
kepada Isnadi untuk keperluan arsip kerajaan Simpang Matan.
( di terjemahkan oleh
: Joko Duwi Santoso )
EKS GUDANG GARAM Pada Masa Sukadana Baru/New Brussel 1829 Masehi
Bangunan ini dibangun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Waktu pembangunannya tidak terlalu jauh dengan pembangunan Tangsi Militer, Pabrik Garam dan Dam Air di samping Kantor Bupati Kayong Utara saat ini.
Bangunan ini terlihat kokoh, karena menggunakan kayu belian dengan ukuran besar. Pondasinya (tongkat) terbuat dari beton dan bentuknya menyerupai limas/kerucut, dengan ketinggian 1 meter dari permukaan tanah. Ukuran keliling beton, di pangkal tanah 70 cm, sedangkan bagian atas 35 cm. Jarak tongkat, antar barisan 1,45 meter, dalam barisan 1,85 meter. Jadi jumlah tongkatnya, 5 x 9 baris yaitu 45 tongkat.
Untuk Keep bagian bawah terbuat dari kayu belian ukuran 19 x 23 cm, ada panjang 4 meter, ada yang panjang 8,70 meter. Keep bagian atas, gelegar dan tiangnya, belian ukuran 12 x 14 cm. Sedangkan rangka atap dan atap sudah tidak tampak lagi. Dibagian tertentu masih tampak sisa dinding semen bangunan. Ukuran bangunan, lebar 11,50 meter dan panjang 8,70 meter. Di bagian depan, dengan ukuran 2,75 x 11,50 meter merupakan teras. Dilihat dari bentuk yang tersisia, model/tipe rumah ini model gudang, sesuai dengan namanya Gudang Garam.
Kondisi bangunan saat ini sangat memprihatinkan. Sebagian rusak berat dan bantal keepnya sudah dipotong warga. Sedangkan gelegar, rangka atap sudah tidak ada lagi. Posisi tiang bangunan sudah condong, tinggal menunggu tumbang saja. Padahal, bangunan ini memiliki sejarah dan nilai penting bagi warga Kayong Utara saat ini. Sebab, riwatnya, menurut J.P.J. Barth (asisten Residen Sukadana), Sultan Abdul Jalil Syah (Tengku Akil), pernah diijinkan Tuan Resident, mengambil keuntungan 45 koyan dari penjualan garam. Keuntungan tersebut untuk membayar 16 orang pegawai polisi. Artinya, bangunan tersebut ada hubungannya dengan perdagangan garam di Kerajaan Sukadana, era Tengku Akil.
Tertanda
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Kabupaten Kayong Utara.
EKS KANTOR WEDANA SUKADANA, Bangunan Asisten Residen Zaman Pemerintahan Hindia Belanda Tahun 1829 M.
Bekas Kantor Wedana adalah sebuah bangunan tua yang terletak di Didusun Tanah Merah Desa Sutera kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara. Berada tidak jauh dari Tangsi Militer Belanda yang dibatasi Jalan Tanah Merah. Bangunan ini menghadap ke arah timur dengan letak astronomis 1°14’37,91” lintang Selatan dan 109°57’02,53” Lintang Utara. Bangunan ini menempati lahan yang dikusai oleh Pemerintah Kabupaten Kayong Utara, berada pada komplek yang sama dengan Balai Pertemuan Nirmala.
Bangunan ini menghadap ke timur dengan gaya bangunan klasik. Semua bahan bangunan ini terbuat dari kayu, mulai dari pondasi, rangka, lantai dan atap. Pondasi bangunan terbuat dari Kayu Belian, sedangkan yang lain dari kayu kelas 1.
Secara utuh gambaran keaslian bentuk dan bahan bangunan ini masih dapat kita rasakan ketika melihat bangunan ini. Sayang dibeberapa bagian sudah dilakukan perubahan, seperti atap yang diganti seng, pemasangan plafon baru serta penambahan bangunan baru didepan sebagai teras, disamping kiri kanan sebagai WC dan kamar mandi serta penambahan bangunan di bagian belakang.
Bagian pondasi bangunan belum mengalami pelapukan dan penurunan, namun terdapat sedikit kerusakan dibagian dinding dan rangka, yang justru diakibatkan penurunan pondasi bangunan baru.
Bangunan bersejarah ini berhuubungan dengan Komplek Tangsi Militer Belanda yang berada tidak jauh. Bahwa wilayah ini dahulu adalah kawasan pemukiman petugas sipil dan militer Belanda. Sebetulnya ada beberapa bangunan lain yang kami duga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari komplek pemukiman Belanda disini, namun belum teridentifikasi.
Belum didapat keterangan kapan tepatnya bangunan ini didirikan, namun bangunan ini pun mempunyai sejarah yang sama dengan Komplek Tangsi Militer Belada. dimana bangunan ini dibutuhan untuk kediaman seorang Asisten Residen di Afdeling Sukadana. Penempatan seorang Letnan Gubernur Sipil sebagai Asisten Residen adalah bagian perjanjian antara Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuansyah dengan Pemerintah Hindia Belanda di Batavia tanggal 12 Maret 1831. Karena sulitnya mencari petugas untuk posisi ini, baru pada tanggal 11 Mei 1834, H. Von Dewall bertugas disini sebagai Asisten Residen.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian memindahkan Afdeling dari Sukadana ke Ketapang pada tahun 1936, Sukadana menjadi Onder Afedling yang membawahi Distrik Sukadana, Simpang Hilir dan Simpang Hulu. Perubahan ini mengakibatkan pimpinan di Sukadana berubah menjadi seorang Wedana. bangunan inipun digunakan sebagai tempat berdiam dan berkantor Wedana Sukadana. Pada tanggal 25 Oktober 1963, secara resmi kewedanaan dihapuskan oleh Pemerintah RI, dan bangunan ini berubah fungsi menjadi Kantor Penghubung Bupati di Sukadana.
Tertanda
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Kabupaten Kayong Utara.