Komplek Makam Raja Riau adalah kumpulan makam yang terletak di Dusun Tanjung Belimbing Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara. Berada di tanah datar pada ketinggian 9 meter dari permukaan laut, sebelah selatan Jalan Tanjungpura sejauh 56 meter. Letak astronoomis situs ini berada pada S 1°14’28,67” dan T 109°58’01,12” tidak jauh dari pemukiman warga. Lahan situs ini secara turun-temurun sudah dijadikan warga sebagai lahan pemakaman, sehingga terdapat makam warga lainnya dilokasi ini.
Makam utama berada pada cungkup yang dibuat dari atap seng, tiang kayu belian dengan dinding terbuka dan hanya dibatasi dengan pagar serta lantai terbuat dari cor semen berkeramik. Ada 2 makam yang berada dalam cungkup, yang terdiri dari 2 pasang nisan terbuat dari batu andesit. Makam Islam ini menghadap kiblat diidentifikasi sebagai makam A dan B.
Nisan Makam A berbentuk sederhana bagian kepala berukuran tinggi (Kp. 85 cm, Kk. 80), lebar 7c Cm m dan tebal (Kp. 28 cm, Kk. 30 Cm). Nisan makam B juga berbentuk sederhana berukuran tinggi (Kp. 95 cm, Kk. 90 cm), lebar 70 cm dan tebal (Kp. 25 cm, Kk. 25 cm). Terlihat nisan makam A lebih besar dari nisan makam B.
Keberadaan 2 makam ini terlihat berbeda dari makam lainnya di komplek ini, dimana makam yang berada di cungkup nisannya terbuat dari batu andesit dan lebih besar dari nisan makam lainnya.
Bentuk dan corak nisan Makam Raja Riau mempunyai langgam yang berbeda bila dibandingkan dengan nisan tipe Demak, nisan tipe Aceh dan nisan tipe Singapura.
Gusti Bandar atau Raden Bandar berasal dari Pulau Payong, Riau. Beliau merupakan keturunan Daeng Perani, Saudara Daeng Menambon. Dalam kurun waktu 1770 sampai dengan tahun 1786, Gusti Bandar hijrah ke kalimantan akibat perang Riau melawan VOC di Riau. Terlebih dahulu ia menetap di Mempawah selama beberapa tahun, kemudian berpindah ke Sukadana, dan diterima dengan baik oleh Sultan Matan Indra Laya bergelar Sultan Akhmad Kamaluddin. Gusti Bandar hijrah ke Sukadana dengan membawa pengikut dan harta benda yang ia punya, dan diberikan lahan pertanian oleh Sultan Indralaya di kiri Sungai Sukadana untuk berdiam dan berkebun. Dimana pada waktu itu, Sultan Indralaya mempunyai istana kedua di Sukadana selain Istana Utama berada di hulu Sungai Pawan.
Berdasar kesepakan Kesultanan Banten dengan VOC pada tanggal 26 Maret 1778 dimana Banten telah menyerahkan Landak dan Sukadana kepada VOC, maka Pemerintah Hindia Belanda marah atas penolakan Sultan Indralaya untuk patuh terhadap perjanjian tersebut. Oleh karenanya, Pemerintah Hindia Belanda bersama Kesultanan Pontianak melakukan upaya paksa dengan menyerang Sukadana. Gusti Bandar dikabarkan sempat membantu Sultan Indralaya dalam upaya mempertahankan Bandar Sukadana dari serangan Belanda dan Pontianak pada tahun 1786. Serangan Pontianak dan VOC berakibat pada penghancuran dan pembakaran Sukadana.
Salah seorang anak perempuan Gusti Bandar yang bernama Utin Apam menikah dengan anak Sultan Indralaya bernama Pangeran Muhammad Jamaluddin. Kelak, Pangeran Muhammad Jamaluddin naik tahta menggantikan ayahnya Sultan Indralaya pada tahun 1790. Putri Gusti Bandar yang lain menikah dengan Pangeran Aria, keluarga dari Kesultanan Sambas.
Tertanda
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Kabupaten Kayong Utara.
0 komentar:
Posting Komentar