Titik Awal Persebaran Raja Raja di KALBAR

Situs yang berada di atas Gunung Lalang saat ini, terdapat beberapa makam. Salah satunya Panembahan Dibarokh (Sultan Musthafa Izzudien). Beliau meninggal tahun 1590 M.

Silsilah Raja raja Tanjungpura, Matan dan Simpang

Daftar Raja Raja Tanjungpura - Sukadana – Matan – Indralaya - Simpang Matan – Matan Kayong – Mulia Kerta (Matan Tanjung Pura) dan Sukadana New Brussel.

Nisan dan Bata Merah Yang Punya Kekuatan Magis !

Suatu saat salah seorang sahabat dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) sedang belanja membeli sesuatu disalah satu toko Sukadana. Saat itu tidak sengaja mendengar pembicaraan serius dari beberapa orang dipojok toko, sambil menonton video diyutube, tentang salah satu makam dengan susunan bata merah yang sudah tidak utuh lagi..

Siapkah Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Kayong Utara ?

Menjadi Tim Cagar Budaya adalah salah satu cita cita dan tugas mulia bagi kami. Sebelumnya kami lahir dari berbagai latar belakang, namun memiliki kesenangan yang sama yakni bidang sejarah dan budaya. Dari kesamaan itu kami banyak melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sejarah dan budaya dan sebagain terekam dari berbagai karya yang juga ada di blog kerjaansimpang, akun yutube Kayong Tv, mitra swasta maupun pemerintah.

Asal Usul Suku Melayu Kayong

Kabupaten ketapang dan kayong utara memiliki jejak peradaban yang tertua di kalimantan barat yakni Kerajaan Tanjungpura dan beberapa kali mengalami perpindahan ibu kota dari mulai Negeri Baru Ketapang , Sukadana ,Matan, Indralaya, Tanah Merah, Simpang dan Muliakerta..

Makam Tengku Abdul Jali Penguasa Karimata Abad 19

 


Makam Tengku Abdul jalil berjarak ± 500 m dari rumahnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan roda dua kearah Kantor Desa Padan. Makam Tengku Abdul Jalil masih berada dala wilayah administrasi yang sama, secara astronomis terletak pada 49 UTM 9819163 E 272173 N dan berada pada ketinggian 8 m dpl. Kondisi lingkungan Makam Tengku Abdul Jalil berupa jalan beton yang melewati kantor Desa Padang Kepulauan Karimata, untuk menuju makam yang didominasi oleh tanaman paku, rumput alang-alang (imperata cylindria), rumput teki (cyoerus rotundus), rumput gajah (pennisetum purpureun) dan tamanan pandan pasir/ pandan laut (Pandanus odorifer) serta dijumpai tanaman merambat berupa daun sirih (piper betle) saat akan memasuki area Makam Tengku Abdul Jalil.

Potensi ancaman Makam Tengku Abdul Jalil adalah makam terbuat dari yang terbuat dari kayu, akan lapuk apabila terkena perubahan suhu, potensi dimakan oleh rayap, dan taman rambat disekitar makam dapat merusak makam tersebut, dan tamanan berupa rumput liar, dapat merusak makam dikarenakan adanya rumput liar yang tumbuh disekitar makam, yang menyebabkan makam yang terbuat dari kayu akan cepat lapuk apabila tidak dirawat seacara rutin.

Makam ini berada diareal kuburan keluarga, beberapa kuburan dengan nisan-nisan lama yang terbuat dari batu ataupun kayu nampak disekitar makam. Menurut informasi dari masyarakat makam ini dulunya menggunakan jirat yang terbuat dari batu, namun pada tahun 2014 oleh Dinas kebudayaan, pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Kini bernama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) dilakukan penataan lingkungan dan mengganti nisan dengan bahan kayu termasuk melakukan pelindungan dengan membuat atap pelindung dan tanah disekitar nisan ditata dan diratakan menggunakan bahan keramik. Hingga kini, makam tersebut masih sering dikunjungi oleh masyarakat sekitar ataupun orang yang berasal dari luar pulau.

Share:

Rumah Kuno bergaya Klasik di Pulau Karimata


 Rumah kuno ini menurut keterangan dari tengku sambo adalah rumah yang dulunya dihuni oleh Batin Galang. Rumah ini merupakan rumah salah satu orang laut yang berasal dari Riau, ia ditugaskan oleh Belanda (VOC) untuk menjaga jalur perdangangan di Selat Karimata. Rumah ini

bertipe rumah panggung berukuran panjang 20,15 m dan lebar 6,15 m, dan tinggi 5 m. Atap rumah berbentuk limas segi empat dan berbahan seng, pembagian ruang pada bangunan terdiri atas teras ruang tamu, kamar tidur, ruang tengah, dapur, selasar belakang, dan dibagian atas dari
ruang tamu terdapat gudang.

Kondisi lingkungan Rumah Kuno Dusun Padang yang mempunyai lingkungan pantai, berbatasan langsung dengan fasilitas kesehatan (Pukesmas Desa Padang) dan berbatasan dengan jalan utama Dusun Padang, disekitar rumah kuno mempunyai beberapa jenis flora, seperti pohon kelapa (cocos nucifera), pohon ketapang (terminalia catappa) dan tanaman puring (condiaem variegatum). Rumah Kuno Dusun Padang mempunyai potensi ancaman yaitu pada fisik rumah yang terbuat dari kayu, pengaruh umur kayu yang sudah tua mempunyai potensi termakan oleh rayap dan lengat apabila tidak di beri obat anti rayap.

Share:

Meriam di Pulau Karimata

  


Meriam merupakan salah satu peralatan perang yang umum digunakan pada sekitar abad 14 -18 Masehi. Bangsa Eropa merupakan yang pertama kali menggunakan meriam untuk persenjataan baik digunakan untuk pertahanan atau digunakan ketika melakukan ekspansi wilayah tertentu. Secara umum meriam terdiri dari tiga bagian terpisah yaitu laras (meriam/canon), roda, dan tameng, sedangkan meriamnya sendiri memiliki bagian-bagian yakni tangkai dudukan, lubang laras, dan lubang sumbu.

Tangkai dudukan difungsikan sebagai penahan agar tidak bergeser ketika dipasang pada kereta pengangkutnya. Lubang laras merupakan tempat untuk megisi mesiu (bahan peledak) serta tempat peluru berupa bulatan besi. Lubang sumbu merupakan lubang yang terletak di bagian pangkal sisi atas meriam untuk menyulut/menyalakan bubuk mesiu agar meledak sehingga dapat melontarkan peluru berupa buatan besi yang dipasang dibagian lubang ujung laras (kaliber). Bahan baku meriam sebagian besar dibuat dari besi-baja tetapi ada juga meriam yang dibuat dari perunggu. Teknik pembuatan yang digunakan biasanya menggunakan teknik lilin hilang (loss wax/a cireperdue) sehingga tidak perlu adanya penyambungan dan secara teknis diperoleh kekukatan yang baik. Ketebalan dinding meriam umumnya tidak sama antara bagian pangkal dan mulutnya(caliber), sehingga bagian pangkal diameternya lebih besar dibandingan mulut/ujung laras tetapi lubang caliber tetap memiliki ukuran yang sama mulai dari pangkal hingga ujung laras meriam (Danang Wahyu Utomo 2010; 81-82).

 

Kondisi Lingkungan Meriam Belanda berada di depan rumah kuno Tengku Abdul Jalil dan berbatasan langsung dengan jalan utama Desa Padang, disekitar meriam ditumbuhi oleu rumput teki (cyoerus rotundus), dan rumput gajah (pennisetum purpureun). Potensi acaman kerusakan pada meriam belanda di Desa Padang yaitu, dapat mengalami korosi yang menyebabkan kerusakan pada meriam, apa bila tidak diberi cungkup atau penutup sebagai pelindung untuk meriam.

 

Meriam Belanda juga ditemukan di Dusun Padang Lestari, Desa Padang atau tepatnya berada di halaman Rumah Tengku Abdul Jalil (salah satu tokoh masyarakat Desa Padang) berjarak ±200 m dari temuan fragmen keramik Secara Astronomis terletak 49 UTM 9818766 E 272255 N dan berada pada ketinggian 9 m dpl. Meriam Belanda berjumlah 4 (empat) buah dan terdapat lambang VOC pada bagian atas meriam, berikut penjabaran:

 

Meriam 1 mempunyai ukuran panjang laras 139 cm,diameter pangkal 20 cm, dan diameter laras
14 cm. diameter lubang penyulut 1 cm. pada bagian pangkal atas (dekat lubang penyulut terdapat
lambang VOC dengan huruf A dan pada bagian diameter pangkal terdapat angka 440 S.

 

Meriam 2 mempunyai ukuran panjang laras 214 cm, diameter pangkal 31 cm, diameter laras 20 cm, diameter lubang penyulut 1 cm. tidak terdapat lambang VOC.

 

Meriam 3 mempunyai ukuran panjang laras 143 cm, diameter pangkal 20 cm, diameter laras 19 cm, dan diameter lubang penyulut 1 cm, tidak terdapat lambang VOC.

 

Meriam 4 mempunyai ukuran panjang laras 139 cm, diameter pangkal 20 cm, dan diameter laras 14 cm. diameter lubang penyulut 1 cm. pada bagian pangkal atas dekat lubang penyulut terdapat lambang VOC dengan huruf E pada bagian atasnya.

 

 

 

 

Share:

Situs Prasasti Pasir Cina di Pulau Karimata Abad 13

  


Lokasi situs berada di sisi timur Pulau Serutu, secara administrasi berada di Dusun Serutu, Desa Betok, Kecamatan Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara dan secara astronomis terletak pada 49 UTM 9810326 E 252616 N dan berada pada ketinggian 16 meter dpl. Untuk menuju situs dapat ditempuh transportasi laut dengan waktu tempuh 35 menit dari Desa Betok Jaya.

Kondisi lingkungan Prasasti Pasir Cina berada berada di lingkungan pantai. Situs Pasir Cina mempunyai bentuk lahan yang yang ditumbuhi oleh rumput alang-alang (imperata cylindria), Rumput Gajah (pennisetum purpureun),dan Rumput teki (cyoerus rotundus) yang menutupi situs dan menutupi jalan menuju situs prasasti Pasir Cina. Lingkungan situs terdapat tumbuhan berupa jambu mete (anacardium occidentale), ketapang (terminalia catappa), dam kelapa (cocos nucifera). Disekitar situs Prasasti Pasir Cina terdapat sumber air yang mengalir dari bawah tanah, dikarenakan batupasir mempunyai porositas yang baik untuk mengalirkan air tanah (Djauhari Noor; Geomorfologi), dan air tanah tersebut keluar sebagai air terjun yang berada 200 m disekitar situs Prasasti Pasir Cina.

Jenis batuan yang berada di Prasasti Pasir Cina adalah jenis batuan Sedimen dengan jenis batupasir dengan warna putih ke abu-abuan sampai warna hijau kehitaman (akibat lumut), dengan ukuran butir pasir sedang /medium sand (Wenworth, Journal of Geology, Vol XXX : 377-392; 1922), untuk lingkungan pantai di sisi barat pantai terdapat bongkah-bongkah batupasir. Kondisi lingkungan di sekitar situs Prasasti Pasir Cina juga mempengaruhi jenis fauna di sekitar situs, fauna yang berada di sekitar situs antara lain babi hutan (sus scrofa), monyet (hominoidea), ular piton (pyhonidae), ular sanca hijau (Morelia viridis), ayam jago (Gallus gallus domesticus) dan menjadi habitat burung elang (aquila).

Situs Prasasti Pasir Cina mempunyai potensi ancaman yaitu Penggaraman yang terjadi di batuan prasasti pasir cina, yang mengakibatkan batupasir lapuk, kulit batuan dapat mengelupas, dan dapat merusak tulisan prasasti. Pelapukan juga bisa terjadi oleh hirolisis air, dikarenkan posisi prasasti sebagai tempat air tanah mengalir, dalam jangka waktu panjang dapat memecah fisik batuan itu sendiri, reaksi H2O mengalami hidrolisis menjadi kation H+ yang bersifat asam dan anion yang bersifat basa (Fatma Desy, 2016 https://ilmugeografi.com/ilmubumi/meteorologi/pelapukan-batuan, 26 juni 2019).

Situs ini pertama kali diteliti oleh Balar Kal-Sel pada tahun 2010 dalam kegiatan Eksplorasi Arkeologi di Kepulauan Maya – Karimata. Prasasti Pasir Cina merupakan prasasti dengan tulisan cina yang dipahat pada bongkahan batupasir, dekat aliran sungai kecil dan tidak jauh dari pemukiman penduduk atau berjarak 76 m dari tepi pantai. Pahatan huruf cina ditemukan pada 2 (dua) bongkohan batupasir, berikut penjelasan masing-masing:

1) Prasasti Pasir Cina 1

Prasasti Pasir Cina pertama berada dibagian atas dan dipahat pada bongkahan batu pasir, berukuran panjang 2, 6 m, lebar 1,7 m, dan tinggi 1,1 m, pada sisi bagian depan terdapat ditulis cina “Qing” yang artinya bersih atau pada sisi tenggara tulisan “Qing” terdapat pahatan berbentuk kotak persegi berukuran 25 cm x 25 cm dan memberikan garis vertical dan horizontal pada sisi tengah bidang, sekilas tampak bidang ini menyerupai diagram arah mata angin yang terdiri delapan arah mata angin. Namun demikian, arah mata angin antara bidang persegi tersebut dengan arah mata angin pada kompas tidak sama.

2) Prasasti Pasir Cina 2

Prasasti Pasir Cina 2 berada tidak jauh dari Prasasti Pasir Cina yang pertama berjarak 1 m, namun Pasir Kapal 2 berada dibawah, Prasasti Pasir Cina 2 dipahat pada batu pasir dengan ukuran panjang 2,7 m, lebar 1, 2 m, dan tinggI 1 m. Dari hasil penelitian Balar Kalsel, tulisan cina yang dipahat mempunyai arti “Quan Shi” artinya air mancur (Hindarto, 2010:31)

Share:

Menhir di Gunung Keramat Pulau Karimata

  


Menhir Gunung Keramat berada dalam wilayah administrasi yang sama dengan temuan lepas Dusun Kelumpang. Aksesibilitas menuju lokasi hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki ke arah Gunung Keramat yang berjarak 1,8 km – 2 km dari Dusun Kelumpang dengan waktu tempuh 2 jam. Secara astronomis terletak pada UTM 49 9816551 E 259529 N dan berada pada ketinggian 312 m dpl.

Kondisi lingkungan di sekitar menhir berupa bongkah-bongkah intrusi batuan beku yang berada di sekitar situs menhir. Batu tegak (menhir) terbuat dari bahan batu granit yang berwarna gelap, flora di sekitar temuan batu tegak (menhir) yaitu rumput teki (cyoerus rotundus), rumput gajah (Pennisetum Purpureum), rumput grinting (Cynodon) dan tamanan paku (Nephrolepis Biserreta), di sekitaran lokasi menhir merupakan habitat babi hutan (sus scrofa), monyet (hominoidea), dan burung elang (aquila).


Kondisi lingkungan pada menhir di Gunung Keramat juga mempunyai potensi acaman yaitu pelapukan yang diakibatkan oleh perubahan suhu siang dan malam, dan faktor topografi, karena lokasi menhir berada di bukit yang curam maka batuan akan sangat mudah terkikis atau terlapukkan karena akan langsung bersetuhan dengan cuaca di sekitar batuan tersebut.

Menhir Gunung Keramat berjumlah 3 (tiga) buah dengan posisi berdiri, dan disekitar menhir dikelilingi batu-batu kecil (kemungkinan difungsikan sebagai penyangga menhir), jika ketiga menhir dihubungkan dengan garis lurus akan membentuk segitiga trapezium.

Ukuran Menhir Gunung Keramat berbeda-beda dengan jarak antara menhir berbeda-beda. Berikut penjabaran masing-masing tugu:

Menhir Gunung Keramat 1

Menhir Gunung Keramat 1 terbuat dari batu pasir berbentuk pipi, tidak ditemukan bekas pengerjaan pada bidang/sisinya, mempunyai tinggi 59 cm, lebar 20 cm, tebal 19 cm, jarak antar menhir 1 ke menhir 2 berjarak 22,4 m.

 

Menhir Gunung Keramat 2

Menhir Gunung Keramat 2 terbuat dari batu pasir berbentuk pipi, tidak ditemukan bekas pengerjaan pada bidang/sisinya, mempunyai tinggi 91 cm, lebar 40 cm, tebal 13 cm, jarak antar menhir 2 ke menhir 3 berjarak 19,3 m

 

Menhir Gunung Keramat 3

Menhir Gunung Keramat 3 terbuat dari batu pasir berbentuk pipih,tidak ditemukan bekas pengerjaan pada bidang/sisinya, mempunyai tinggi 108 cm, lebar 37 cm, tebal 66 cm, jarak antar menhir 3 ke menhir 1 berjarak 11,8 m.

 (BPCB Kaltim)

Share:

Situs Prasasti Pasir Kapal di Karimata Abad ke 13

  


Situs Prasasti Pasir Kapal berada di sisi barat Pulau Serutu, secara administrasi berada di Dusun Serutu, Desa Betok Jaya, Kecamatan Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara dan secara astronomis terletak pada 49 UTM 9809179 E 245546 N dan berada pada ketinggian 13 meter dpl. Situs Prasasti Pasir Kapal berada tidak jauh dari Prasasti Pasir Cina berjarak 7,1 km. Untuk menuju situs dapat ditempuh melalui transportasi laut menyusuri pesisir selatan Pulau Serutu dengan waktu tempuh 30 menit dari situs Prasasti Pasir Cina, kemudian berjalan kaki sekitar 10 menit menyusuri tepi pantai.


Kondisi lingkungan Prasasti Pasir Kapal berada di timur pulau serutu. Situs Pasir Kapal mempunyai lingkungan berupa pohon ketapang (terminalia catappa), pohon kelapa (cocos nucifera) dan rumput liar seperti rumput alang-alang (imperata cylindria) , rumput gajah (pennisetum purpureun) dan rumput teki(cyoerus rotundus). Kondisi lingkungan juga mempengaruhi jenis fauna yang berada di pulau serutu khusus nya di sekitar situs Pasir Kapal, jenis fauna yang berada di sekitaran situs antara lain monyet (hominoidea), babi hutan (sus scrofa), ular piton (pyhonidae), ular sanca hijau (Morelia viridis) dan habitat burung elang (aquila). Landscape situs berupa pantai yang mempunyai ukuran butir pasir sedang / medium sand (Wenworth, Journal of Geology, Vol XXX : 377-392 ; 1922) serta memiliki bongkah-bongkah batupasir yang tersebar di sekitaran situs, di belakang prasasti terdapat tebing yang sewaktu-waktu mengakibatkan longsoran karena ada beberapa bongkah batupasir yang lapuk. Jenis batuan pada prasasti Pasir Kapal berupa Batuan Sedimen dengan jenis Batupasir dengan warna putih ke abu-abuan hingga berwarna gelap (akibat penggaraman dan lumut), ukuran butir pasir Sedang / Medium Sand (Wenworth, Journal of Geology, Vol XXX : 377- 392 ; 1922).

Situs Prasasti Pasir Kapal mempunyai potensi ancaman yaitu runtuhan batu-batu pada tebing yang tepat dibelakang prasasti apabila longsor, dapat menghancurkan fisik / tubuh prasasti, dan pelapukan secara hirolisis yaitu proses pelapukan kimia yang terjadi akibat adanya reaksi material batuan dengan air melalui pelepasan hidrogen yaitu Air (H2O) atau mengalami hidrolisis menjadi kation H+ yang memiliki sifat asam dan anion OHyang bersifat basa. Kedua ion tersebut kemudian akan bereaksi masingmasing pada batuan sehingga akan terjadi proses pemecahan batuan.

 Prasasti Pasir Kapal merupakan prasasti yang ditulis pada bongkahan batu pasir menggunakan huruf cina (Dinasti Yuan). Menurut informasi masyarakat, Prasasti Pasir Kapal pada awalnya berada diatas dekat lereng bukit (berjarak ± 10 m dari posisi sekarang) tetapi masyarakat kemudian melakukan penggalian/pencarian harta karun disekitar batu, hal ini mengakibatkan kerusakan sehingga sebagian dari batu tersebut jatuh ke bawah. Prasasti Pasir Kapal pertama kali ditemukan pada tahun 2010 oleh Balar Kalimantan Selatan dalam penelitian eksplorasi Kepulauan MayaKarimata. Berikut hasil terjemahan Prasasti Pasir Kapal:

 

1. Da Yuan Guo`Shin Jun …. (tidak terbaca) Arti: Da Yuan= great Yuan (Nama Kerajaan) Guo=Negara, Shin Jun= Caraka,…..= tidak terbaca. Kemungkinan besar nama Caraka, Awalnya terbaca “wan”, kemudian meragukan

2. Di tengah mungkin ada tiga kolom yang hilang (tidak terbaca), kemungkinan besar inti cerita

3. Zhou Wu Bai Zhi Zhi Yuan San Shi Nian Zheng Yue

Arti:Zhou=kapal (kecil), Wu Bai Zhi=500, Zhi Yuan= Kalender Yuan, San Shi=30 Nian=Tahun , Zheng=Januari,Yue=Bulan

4. Shi Ba Ri Bo Chi……(tidak terbaca) Arti: Shi Ba =18, Ri= tanggal, Bo = berhenti, Chi = disini …….. = tidak terbaca, kemungkinan nama tempat

5. ? Hua Shi ? Zhi Zhi…… (tidak terbaca) Arti: (tidak terbaca), Hua = Tulisan, Shi = Batu, ? (tidak terbaca), Zhi = Catatan, Zhi = ini,….. = tidak terbaca, kemungkinan nama penulis

6. ………. Zhi Za Guo …….. Arti: …..= tidak terbaca, Zhi = of/this, Za = kecil/Anonim (penamaan pulau tersebut oleh tentara Yuan?), Guo = Negara,….. = tidak terbaca (Hindarto, 2010;32)

(BPCB Kaltim)

 

Share:

Mercusuar Peninggalan Belanda Abad 19 di Karimata

  


Menara Suar Serutu berada di Dusun Kampak, Desa Betok Jaya, Kecamatan Kepulauan Karimata. Secara astronomis terletak pada 49 UTM 9809861 E 243347 dan berada pada ketinggian 161 m dpl. Menara Suar Serutu merupakan Menara Suar peninggalan belanda yang dibangun pada abad ke 18.

 Menara Suar Serutu berada tidak jauh dari Prasasti Pasir Kapal berjarak 2,5 km. aksesibilitas menuju Menara suar dapat ditempuh melalui transporsi laut dari Desa Betok menuju Dusun Kampak dengan waktu tempuh 1 jam, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki mendaki bukit selama 40 menit.

Selain Menara Suar juga terdapat bangunan lainnya yang terdiri atas 7 (tujuh) bangunan, yakni ruang mesin, ruang komandan, ruang logistik, ruang prajurit (2 bangunan), dan tempat penampungan air (2 bangunan). Pengelolaan dan pengawasan Menara Suar Serutu berada di bawah Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Distrik Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok. Menurut Bpk. Baso (kepala Dusun Kampak) renovasi/perbaikan pernah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada tahun 1971 dengan mengganti beberapa bagian bangunan seperti, talang air, dan ruang mesin. Sedangkan, Menara suar belum pedmasih digunakan hingga saat ini.


Kondisi lingkungan Menara Suar Pulau Serutu mempunyai lingkungan daerah pantai dimanfaatkan warga untuk membangun pemukiman, tempat berlabuh kapal nelayan dan tempat menjemur dan menyimpan hasil tangkapan oleh nelayan setempat, dan disisi barat terdapat bongkahbongkah batupasir berwarna putih hingga abu-abu kehitaman. Untuk lingkungan yang berada di sekitar kompleks menara suar yaitu, kersen hitam (Muntinga calabura), kelapa (cocos nucifera), jambu mete (anacardium occidentale), ketapang (terminalia catappa) dan beberapa jenis rumput liar yang tumbuh di jalan menuju ke kompleks menara suar seperti : rumput gajah (pennisetum purpureun), rumput alang-alang (imperata cylindria), dan rumput teki (cyoerus rotundus). Disekitar menara suar juga menjadi habitat alami burung elang (Aquila),babi hutan (susscrofa) dan ular sanca hijau (Morelia viridis) yang sering berkeliaran di dalam hutan disekitar pemukiman warga dan kompleks Menara Suar Pulau Serutu. Potensi ancaman Menara Suar Pulau Serutu yaitu penggaraman yang terbawa oleh angin mengakibatkan korosi pada rangka mercusuar, dan beberapa bangunan yang terbuat dari kayu sudah mulai lapuk dikarnekan termakan rayap dan ditumbuhi oleh rumput liar disekitar bangunan.

Menara Suar Serutu mempunyai tinggi 35 m dan berdenah persegi enam dengan lebar sisi masing-masing 3,51 m dan panjang rusuk 7,41 m. Konstruksi bangunan terbuat dari baja terbuka, dan menggunakan karakteristik lampu Q (3)W 105 RG F1.05.Ecl 0,5 (2x) F1.1.0 Ecl 3.0, jarak tampak 36 NM, jenis lampu Simplex Flasing Vega Marine LED Beacori/LB. Mercusuar ini menghadap langsung ke Selat Karimata. Menurut Bpk. Baso (kepala Dusun Kampak) menara suar ini belum pernah dilakukan perbaikan/penggantian dan kondisi bangunan sudah mulai mengalami korosi/karatan dibeberapa bagian terutama tangga dan sambungan antar besi.

Ruang mesin berada tidak jauh dari Menara Suara, mempunyai bentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 10 m, lebar 4,5 m, dan tinggi 1. Pada bagian depan terdapat teras yang memanjang kesamping mengikuti bentuk bangunan dan mempunyai lebar 1,40 m. Ruang ini tidak memiliki jendela tetapi memiliki 2 pintu dengan ukuran lebar pintu 1,30 m -1,80 m dan tinggi 2 m, bangunan ini masih digunakan sebagai ruang mesin. Bangunan tersebut terbuat dari kayu dan menggunakan atap seng.

Ruang komandan berbentuk rumah panggung (umpak rumah terbuat dari beton berukuran tinggi 1 m, dan lebar 20 cm – 40 cm) dan berdenah persegi dengan ukuran panjang 11 m, lebar 9 m, dan tinggi 5 m. Pada bagian depan dan belakang terdapat teras, berukuran 5,40 m x 4 m, jendela berjumlah 3 (tiga) yang berada di depan, samping kiri dan kanan, berukuran tinggi 1,60 m dan lebar 1,20 m. Pintu berjumlah 4 yang berada dibagian depan dan belakang, berukuran tinggi 2 m dan lebar 1,40 m. Bangunan tersebut terbuat dari kayu dan menggunakan atap genteng.

Ruang Logistik berbentuk rumah panggung (umpak rumah terbuat dari beton berukuran tinggi 1 m, dan lebar 20 cm – 40 cm) dan berdenah persegi panjang, dengan ukuran panjang 5 ,90 m, lebar 4,10 m, terdapat 1 pintu berukuran tinggi 2 m, lebar 1,30 m. dan jendela sebanyak 2 buah yang ditempatkan pada masing-masing sisi pintu, berukuran tinggi 1,20 m dan lebar 90 cm.

Ruang Prajurit 1 berbentuk rumah panggung (umpak rumah terbuat dari beton berukuran tinggi 10 cm - 1 m (hal ini disesuaikan dengan kontur permukaan tanah yang tidak rata) dan lebar 20 – 40 cm. Bangunan ini berdenah persegi, secara keseluruhan mempunyai ukuran panjang 10,40 m dan lebar 8,40 m, disekeliling bangunan terdapat teras, berukuran lebar 1 m. Pintu dan jendela masing-masing berjumlah 4 (empat), pintu berukuran tinggi 2 m, dan lebar 1,1 m dan jendela berukuran tinggi 1,50 m dan lebar 1,10 m.

Ruang Prajurit 2 berbentuk rumah panggung (umpak rumah terbuat dari beton berukuran tinggi 10 cm - 1 m, dan lebar 20 cm – 40 cm) dan berdenah persegi panjang, secara keseluruhan mempunyai panjang 10,10 m dan lebar 5,40 m, pada bagian depan bangunan terdapat teras yang memanjang kesamping berukuran lebar 1,80 m. Pintu dan jendela masing-masing berjumlah 4, pintu mempunyai ukuran tinggi 2 m dan lebar 80 cm dan jendela berukuran tinggi 1 m dan lebar 60 cm.

Tempat penampungan air/bak air (1) berada disebelah kanan dari ruang prajurit 2, berbentuk persegi dan berukuran panjang 5 m, lebar 2,5 m, dan tinggi 2 m. Bak air ini masih digunakan hingga saat ini. Tempat penampungan air/bak air (2) berada disebelah kanan dari ruang prajurit 1, berbentuk persegi dan berukuran panjang 8 m, lebar 6 m, dan tinggi 3 m. Bak air ini sudah tidak digunakan lagi dan sudah diganti dengan tandon air yang lebih modern.

Genteng sebagai ciri khas bangunan tropis memiliki keunggulan terhadap pengaruh alam dibandingkan dengan material lainnya. Mutu dan kualitas serta keaslian warna merah sebagai khas genteng, merupakan hasil dari proses pembakaran yang berasal dari oksidasi besi yang ada di kandungan tanah liat. Genteng yang digunakan pada bangunan di Menara Suar Serut berukuran 22 cm x 29 cm, genteng ini berasal dari pabrik STOOM PANNEN Fabriek Van Echt yang didirikan pada tahun 1865 di Belanda tepatnya di Provinsi Limburg. (BPCB Kaltim) 

Share:

Nisan Tipe Aceh Abad 15 - 16 di Karimata

 



Terdapat 3 titik penemuan Nisan bertipe aceh di pulau Karimata. Yang pertama ditemukan tidak jauh dengan situs rumah kuno penguasa karimata dan meriam. Lebih tepatnya nisan bertipe aceh abad 15 – 16 ini berada di komplek makam umum Desa Padang.


Nisan dengan langgam khas acaeh ini telah dicat warna putih oleh warga. Masyarakat sekitar tidak mengetahui keberadaan nisan ini milik siapa, namun menurut para orang orang tua bahwa nisan ini telah ada sejak mereka kecil. Terdapat inskripsi tulisan arab dengan kalimah syahadat.

Sedangkan nisan Aceh yang kedua berada di atas bukit (mungguk) di sebelah utara dari temuan nisan aceh pertama. Nisan aceh ini masih asli, belum ada di cat, satu nisan telah patah. Menurut penuturan Pak Jabar sebagai yang empunya tanah, bahwa dahulu nisan ini sengaja di patahkan untuk keperluan
tertentu oleh seseorang yang jahil. Dilihat dari ornamennya diperkirakan Nisan aceh ini adalah perempuan, namun sayang inskripsi di batu nisan ini sudah tidak dapat terbaca lagi akibat korosi.


Kemduian bergeser ke arah utara tak jauh dari temuannisan aceh ke dua, tepat di tepi jalan juga terdapat Nisan Aceh yang dipasang terbalik. Menurut cerita warga sekitar dahulu ada seseorang yang memindahkan nisan ini dari atas bukit ke tepi jalan. Entah karena keperluaan apa ia memindahkan, namun dugaan kami bahwa nisan tersebut terletak pada komplek makam nisan aceh yang ditemukan pada lokasi kedua. 

Share:

Situs Purba Gua Batu Cap Sukadana KALBAR

 


Penelitian di Gua Batu Cap pertama kali dilakukan oleh tim dari Bidang Arkeologi Klasik Puslit Arkenas, dipimpin Dr. Endang Sri Hardiati tahun 1993.  Penelitian lanjutan pada situs Batu Cap, dilakukan oleh Balai Arkeologi Bandung pada Januari 1996.

Situs Batu Cap terletak pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Berada di kawasan Taman Nasional Gunung Palung, merupakan bagian dari daerah sebaran satuan batu granit di Desa Sedahan. Secara keseluruhan, situs tersebut merupakan sebuah ceruk (shelter) yang terbentuk oleh bongkahan-bongkahan batu granit.

Disebut Batu Cap, sebab  penemunya warga Sedahan Jaya bernama Cap. Rupa batu tersebut, yaitu bebatuan alam berukuran besar, berisi coretan-coretan berwarna merah. Sehingga  disebut juga Batu Bergambar (rock painting). Letak batu tersebut tepat di mulut gua, dan telah terdaftar sebagai situs purbakala yang tahun pastinya belum dapat di ketahui.

Di sekitar lokasi situs juga dihuni beragam satwa yang sering dijumpai dalam budaya prasejarah. Misalnya, burung Enggang dari jenis Enggang Badak (Bucaros rhinocaros). Di samping itu, terdapat jenis-jenis satwa lain seperti burung Elang (Haliastur indus), Bekantan (Nasalis larvatus), Kelempau (Hilobates moloch) dan Orang Utan (Pongo pygmaeus).

Selain jenis satwa juga, terdapat beberapa kebiasaan masyarakat yang mencerminkan  cara hidup pada ribuan tahun silam. Salah satunya adalah tradisi berburu lebah madu liar dengan cara yang tradisional. Ladang berpindah, yang sebagian masyarakat juga masih menjalaninnya. Tradisi ritual tahunan yang erat kaitannya dengan keselematan kampung seperti; Caboh kampong, nyapat tahun, selamatan kampung dan hal hal yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap roh nenek moyang serta kekuatan alam.

Motif lukisan yang terdapat di situs Goa Batu Cap, antara lain  berupa motif manusia, cap tangan yang digambarkan secara kasar berupa jejak  telapak tangan. Terdapat juga motif duri ikan, ular, binatang bersegmen menyerupai bentuk seperti lipan, perahu dan matahari.  Serta ada pola geometris seperti bentuk lingkaran dan garis-garis pendek. Semua motif-motif tersebut digambarkan dengan menggunakan warna dasar merah. Beberapa motif diantaranya, dipertegas dengan menggunakan garis berwarna putih.

Keberadaan prasasti pada Gua Batu Cap di Desa Sedahan Jaya, membuktikan bawah  peradaban di Tanah Kayong  sangat tua. Sudah ada sejak sebelum masehi. Sebab prasasti Batu Cap usianya  sudah ribuan tahun.

Lukisan pada Gua Batu Cap dapat diartikan selain sebagai karya seni di masanya, juga melambangkan alam fikiran. Melambangkan kepercayaan yang bersumber pada kekuatan magis atau  religius. Hal ini dapat dilihat dari warna yang digunakan, dominan motif ukiran warna merah  pada batu.

Sebab, biasanya dalam budaya masyarakat prasejarah, untuk menggambarkan sesuatu mereka memilih warna warna tertentu. Warna merah dianggap lebih tinggi kedudukannya oleh masyarakat purba, dibanding warna yang lainnya. Maka dapat disimpulkan, bawah situs Gua Batu Cap memiliki nilai penting bagi masyarakat purba di masa itu. Yaitu, sebagai tempat ritual atau tempat yang disucikan.

Pengambaran motif-motif pada Gua Batu Cap dengan warna yang dominan merah, juga ditemukan di situs Sangkulirang Mangkalihat Kalimantan Timur. Kemudian Papua, Sulawesi dan Indonesia bagian tengah lainnya.

Share:

Peninggalan Purba di Kawasan Keramat Bukit Mandi Punai Durian Sebatang

  


Beberapa situs yang terdiri dari Menhir serta dolmen di Bukit Mandi Punai berada dalam wilayah administrasi Desa Durian Sebatang kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara. Aksesibilitas menuju lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua kemudian dilanjutkan dengan berjalan mendaki  bukit yang berjarak +2 km dari Desa Durian Sebatang. Secara astronomis kawasan situs ini terletak pada latitude   0°46'9.69"S dan longitude 109°58'49.61"E.


Kondisi lingkungan pada kawasan situs di Bukit Mandi Punai juga mempunyai potensi acaman yaitu pelapukan yang diakibatkan oleh perubahan suhu siang dan malam, dan faktor manusia yang melalukan penggarapan lahan secara besar besaran disekitar lokasi kawasan situs sehingga situs ini statusnya sangat terancam.
Menhir yang ditemukan saat ini di Bukit Mandi Punai berjumlah 2 (tiga) buah dengan posisi tumbang di tanah dan satu diantaranya ada yang patah. Disekitar Menhir dikelilingi dengan batu-batu kecil (kemungkinan difungsikan sebagai penyangga menhir).

Menhir pertama disebut situs A berkuran panjang + 4,8 meter, kemudian pada situs B terdapat semacam strutur batu menyerupai Dolmen berjarak 18,5 meter dari situs A. Berjarak 3 meter di sebelah selatan dari situs A terdapat menhir berukuran 80 Cm. dari Situs A ke situs D berjarak 28, 2 meter terdapat strutur batu menyerupai Dolmen, kemudian berjarak 7 – 3 meter terdapat juga beberapa struktur batu yang menyerupai dolmen.

Menhir Bukit Mandi Punai yang di sebut situs A terbuat dari batu granit berbentuk bulat agak pipih, ditemukan bekas pengerjaan pada bidang/sisinya dengan upaya menghaluskan. Panjang 4,8 Meter, lebar bidang bawah 40 cm, lebar bidang atas 33 Cm dan lingkaran 90 Cm. Sedangkan pada menhir di situs C serta situs di duga Dolmen pada situs B, D dan E tidak ditemukan bekas pengerjaan pada bidang sisinya. Sepertinya situs A adalah yang paling utama, atau sentral dari situs menhir serta beberapa dolmen yang tersebar disekitarnya.

Dolmen adalah Salah satu peninggalan pada zaman Megalitikum atau zaman Batu Besar, yang masyarakatnya masih menganut kepercayaan animisme. Dolmen adalah sejenis Meja batu yang digunakan untuk tempat meletakkan sesaji. Di bawah dan disekitar dolmen biasanya juga sering ditemukan kubur kuno yang memiliki prasasti batu nisan pada jaman itu.

Menurut penuturan masyarakat durian sebatang bahwa Bukit Mandi Punai tersebut memang dikeramatkan. Menurut pemahaman mereka menyebut beberapa struktur batu tersebut berdasarkan kemiripannya dengan penamaan yang lazim digunakan. Batu bantal, batu meja ataupun batu linggi adalah istilah yang lazim digunakan untuk mempersamakan dengan bentuk nyata dalam hidup sehari hari.

Sedangkan Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah, tetapi pada beberapa tradisi juga ada yang diletakkan terlentang di tanah. Menhir, bersama-sama dengan dolmen dan sarkofagus. Pembuatan menhir telah dikenal sejak periode Neolitikum (mulai 6000 Sebelum Masehi).

Dari penelitian-penelitian yang sudah banyak dilakukan dapat diketahui beberapa fungsi menhir yaitu; berfungsi dalam penguburan, upacara pemujaan atau yang tidak bersifat religius atau bersifat profan.

 

Share:

Alun-alun Peninggalan Kerajaan Simpang Matan di Teluk Melano

  


Alun-alun Eks Kerajaan Simpang dan Peninggalan Lainnya

Lokasi Alun-alun Kerajaan Simpang berada di Teluk Melano dulu. Tepatnya, berada di lokasi pasar Teluk Melano sekarang. Pernah beberapa kali menjadi sarana umum,  mulai dari sekolah, lapangan upacara, pasar daerah,  lapangan volly dan terminal. Saat ini, menjadi lapangan multi fungsi, tempat pedagang UMKM, sarana acara formal dan tempat hajatan warga.

Sebelah selatan dan timur bekas lokasi  Alun-alun Kerjaan Simpang tersebut, terdapat pasar Teluk Melano dan Sungai Simpang. Sungai ini menjadi urat nadi masyarakat Simpang, dari hilir hingga ke hulu. Mulai Desa Teluk Melano, Rantau Panjang, Penjalaan dan Sungai Mata Mata. Hingga Batu Barat, Lubuk Batu, Matan Jaya dan seterusnya.

Sedangkan di sebelah utara, tepatnya di seberang jalan, saat ini ada bangunan kantor Pos Indonesia - Teluk Melano. Sebelum kantor Pos, dulu berdiri keraton Simpang, didirikan Panembahan Gusti Roem. Menuju ke arah utara, sekitar 500 meter dari alun-alun, terdapat makam Gusti Mahmud, Mangkubumi Kerajaan Simpang.

Di samping makam Gusti Mahmud, dulu terdapat masjid tua bersejarah. Masjid yang dibangun pada masa Panembahan Gusti Roem, berlanjut ke Panembahan Gusti Mesir. Namun sayang, masjid ini sudah dirobohkan, dipindahkah ke lokasi baru, berjarak 100 meter dari lokasi masjid semula, tepatnya di depan kantor KAU Simpang Hilir saat ini.

Kemudian, berjarak 90 meter dari alun-alun  ke arah barat, melewati Jalan Utin Tahara, dulu berdiri rumah Panembahan Gusti Mesir. Namun setelah Panembahan Gusti Mesir dan Panembahan Tua Gusti Roem menjadi korban fasisme Jepang, berubah fungsi dan dibongkar. Lokasinya pernah jadi gedung bioskop. Saat ini, bekas rumah Penembahan Gusti Mesir tersebut, menjadi jalan penghubung ke jembatan Teluk Melano, perumahan, warung dan ruko.

Selain situs Kerajaan Simpang di atas, masih ada peninggalan lain. Seperti makam para ulama di masa Penembahan Gusti Roem. Misalnya makam Mufti Muhamad Zaman, terletak di Desa Pemangkat. Makam guru Mufti Muhammad Zaman, Tuan Alim Haji Muhammad Tahir bin Haji Muhammad Hassan di Pulau Kumbang. Tidak menutup kemungkinan, akan ada lagi penemuan-penemuan baru di masa yang akan datang.

Penginggalan lainnya, berupa cap kerajaan, payung, pedang, dan wayang Simpang. Wayang Simpang masih disimpan keturunan wayang, di Desa Batu Barat. Dan masih banyak lagi penginggalan lainnya. Sayangnya, peninggalan-peninggalan tersebut tidak terkumpul menjadi satu. Sebab, Kerajaan Simpang sekarang belum memiliki keraton atau museum khusus.

 

Share:

MAKAM BUNGE : Peristirahatan Terakhir Pejuang Perang Belangkaet Tahun 1915

  


Komplek Makam Bunge

Untuk menghormati kepahlawanan Ki Anjang Samad dan pejuang lainnya,  rakyat Simpang menyebut tempat peristirahatan terakhir mereka, dengan nama Makam Bunge (bunga). Secara filosofi, diartikan bahwa para pejuang yang dimakamkan di tempat ini, namanya tetap harum dan dikenang sepanjang masa. Sebab, mereka merupakan pahlawan asal tanah Simpang, yang gigih berjuang dalam berperang Belangkaet tahun 1915.

Komplek makam Bunga ini terletak di kaki Gunung Sepuncak, Desa Matan, Kecamatan Simpang Hilir. Selain Ki Anjang Samad, Ki Julak Laji juga dimakamkan di tempat ini. Sementara Mok Rebi dimakamkan di Kampung Tambang Amok (Air Manis). Mengenai makam para panglima Dayak, yang diketahui saat ini hanya Panglima Legat, meninggal dan dimakamkan di Baye, Kecamatan Simpang Dua.

Makam Ki Anjang Samad Ki Julak Laji berada dalam cungkup dengan ukuran lebar 3,75 meter,  panjang 7,80 meter, dan tinggi 3,05 meter. Di dalam cungkup tersebut, terdapat juga makam lain berjumlah 5 makam. Terdapat juga 1 makam di luar cungkup, bernisan batu biasa. Titik situs ini, dari jalan utama sekitar 150 meter, masuk melalui jalan kecil.

Nisan Ki Anjang Samad dan Ki Julak Laji telah diganti, dengan tidak menghilangkan nisan aslinya. Nisan aslinya (asal) terbuat dari kayu belian, nampak berusia tua, dengan warna natural/asli. Sedangkan nisan baru, terbuat dari belian juga, di cat warna kuning.Ketika masuk cungkup, sebelah kiri, makam pertama ialah Ki Julak Laji. Kemudian masih sebelah kiri, disela 1 makam, yaitu makam Ki Anjang Samad.

Makam Ki Anjang Samad diberi jirat keramik dengan ukuran lebar 0,71 meter dan panjang 2,21 meter. Tinggi nisannya (baru) 0,49 meter. Sedngkan makam Ki Julak Laji, lebar jiratnya 0,67 meter dan panjang 1,67 meter, dengan tinggi nisan (baru) 0,86 meter.




Kesejarahan

Ki Anjang Samad pemimpin dalam Perang Belangkaet. Beliau merupakan panglima di Kerajaan Simpang pada masa raja Gusti Pandji. Semboyannya yang terkenal, "Lebih baik mati dari pada harus membayar belasting dengan Belanda". Hingga saat ini, semboyan ini masih tergiang-ngiang dalam ingatan masyarakat negeri Simpang.

Bahkan ada satu kalimat dari Ki Anjang Samad, yang sering dijadikan keyakinan untuk melangkah bagi masyarakat Simpang. Yaitu, "Berajal maot adak berajal pon maot". Artinya, “Melangkah pergi mati, tidak melangkah pun juga mati”.  Semboyan ini diyakini masyarakat Simpang dapat memberikan semangat. Supaya lebih mantap dan yakin dalam segala urusan, terutama dalam menyelesaikan suatu perkara.

Puncak perang Belangkaet terjadi pada tanggal 27 - 28 Februari 1915 di sebuah kampung yang bernama Belangkaet. Saat ini, Kampung Belangkaet terletak di wilayah Desa Matan, tepatnya di sebelah kanan dari Simpang Keramat menuju ke hulu.

Share:

Makam Mok Mebi di Tambang Amok (Air Manis): Pejuang Perang Belangkaet

  


Makam Mok Mebi

Makam Mok Rebi ini berada di sebuah mungguk, bernama Mungguk Keruing (Tambang Amok), Dusun Air Manis  Desa Matan Jaya, Kecamatan Simpang Hilir. Berada di pemakaman umum, bernisan kayu. disekitarnya banyak pula makam-makam tua bernisan kayu. Khusus di makam Mok Rebi, terdapat cungkup sederhana. Di dalamnya terdapat dua pasang nisan berwarna putih. Bentuk pipih yang merupakan makam isterinya, dan yang persegi nisan Mok Rebi.

Mok Rebi, juga dikenal dengan panggilan Amok. Memiliki nama asli Rebi bin Badung. Dia berasal dari kampung Tambang Amok. Saat ini kampungnya dikenal sebagai Kampung Air Manis, Desa Matan Jaya, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara.

Masyarakat setempat menyebut Mok Rebi sebagai Kek Ude Rebi, atau Panglima Rawa. Dia memiliki keahlian dalam mengatur strategi perang di rawa-rawa. Menurut Raden Jamrudin, Mok Rebi digambarkan sebagai sosok yang cerdik dan ahli dalam siasat, dengan memanfaatkan medan yang ada.

Karena di  Simpang banyak rawa, semak belukar dan hutan, Mok Rebi memanfaatkan kondisi alam tersebut untuk menyerang  pasukan Belanda. Pada masa perang Belangkaet, Mok Rebi melakukan misi rahasia, dengan berandam di rawa-rawa. Beliau merayap pelan, mengikuti serombongan serdadu Belanda, yang saat itu dikepalai oleh Letnan A Bos, masyarakat setempat menyebutnya Obos.

Letnan Obos menjadi salah satu target dari pengintaian Mok Rebi. Dalam persembunyianya di rawa, beliau terus mengarahkan moncong senapan lantaknya ke arah Letnan Obos. Hingga saat yang tepat, beliau akan menarik pelatuk lantaknya. Sayang, tak dapat lakukannya, karena senapan lantaknya terendam air, mengakibatkan obatnya ‘demon’ atau tidak dapat berfungsi karena basah.

Mok Rebi ahli dalam taktik perang gerilya rawa. Selain itu, beliau dan para gerilyawan yang lain, juga menggunakan pohon-pohon dan semak belukar sebagai tempat persembunyian, atau berkamuflase. Maka tak jarang, saat pasukan Belanda patroli di hutan atau sungai, akan dihabisi pasukan Mok Rebi secara tiba-tiba.

Selain itu, para pejuang juga menggunakan tumbuhan bulang di dalam hutan.  Bulang  adalah sejenis tumbuhan liar yang berduri tajam. Duri bulang ini diolesi ipuh (racun) dari binatang berbisa seperti: ular kobra, kalajengking dan tembelang tanah (lipan).  Ketika bala tentara Belanda ini terkena duri bulang, atau ranjau darat ala pasukan Simpang, maka tipis sekali harapan hidupnya.

Belanda semakin berang.  Mau tidak mau, mereka harus melawan taktik gerilya yang dilakukan para pejuang dari Kerajaan Simpang.  Mok Rebi paham betul bagaimana melawan Belanda.  Mereka tidak bisa berhadapan  muka, karena jumlah pasukan serta senjata yang mereka miliki tak sebanding dengan Belanda.

Setelah Panglima Ki Anjang Samad dan panglima yang lain gugur, Mok Rebi dan pejuang lainnya tetap meneruskan perjuangan. Sebelum Ki Anjang Samad gugur, beliau sempat memberikan keris pusaka bernama Carik Kafan kepada Mok Rebi. Keris tersebut merupakan simbol warisan kepemimpinan yang diamanahkan kepadanya, untuk meneruskan perlawanan terhadap Belanda.

Selanjutnya, perlawanan terbuka tidak lagi berlangsung di Kerajaan Simpang. Ditambah lagi, politik Belanda mengalihkan kekuasaan yang sebelumnya berada di cabang Sungai Simpang Matan, dipindahkan ke Teluk Melano, sehingga posisi Gusti Pandji sebagai raja semakin lemah.

Banyak para pejuang yang melarikan diri ke perhuluan. Seperti Mok Rebi, sempat lari ke Nanga Tayap. Kemudian, dia ditangkap dan dipenjara di Sukadana. Setahun kemudian, dia melarikan diri dari penjara dan kembali ke kampung Mungguk Jering. Pada masa tuanya, dia pindah ke kampung Tambang Amok, dan meninggal tahun 1982, pada usia 105 tahun.

Mok Rebi mewariskan ilmu dan benda-benda pusaka. Salah satu barang pusaka yang beliau wariskan, ialah keris bernama ‘Carik Kafan’. Keris Pusaka tersebut disimpan oleh cucunya, yakni Pak Unggal Judin, yang berada di Dusun Jelutung, Desa Matan Jaya.

Pak Unggal Judin kemudian menyerahkan keris tersebut kepada Syamsuddin, atau yang akrab disapa Acil. Acil diberi amanah untuk merawat keris Carik Kafan tersebut. Saat pertama kali mendapatkan keris tersebut, Acil langsung membawanya ke rumah Raden Jamrudin, budayawan yang paham dengan senjata pusaka. Keris tersebut kemudian dibersihkan dan diberi wewangian, agar tetap awet.

Share:

Makam Gusti Mahmud (Mangkubumi) Kerajaan Simpang di Telok Melano dan Sejarahnya

  


Makam Gusti Mahmud (Mangkubumi)

Lokasi situs ini di Jalan Kesehatan Desa Teluk Melano, Kecamatan Simpang Hilir, tepatnya di depan SMP 01 Simpang Hilir. Berada di koordinat 1°0553.8’ S - 110°57’38.7” E.

Gusti Mahmud, atau yang dikenal  panggilan Pangeran  Ratu bin Gusti Mansur, merupakan mangkubumi di Kerajaan Simpang. Beliau sempat menjabat raja Simpang sementara, saat Panembahan Tua Gusti Room dan Gusti Mesir di tangkap, menjadi korban fasisme Jepang di Mandor tahun 1944.

Gusti Mahmud menjadi mangkubumi, karena putra mahkota, yaitu  Gusti Ibrahim  bin Gusti Mesir  baru berusia 14 tahun dan masih sekolah. Maka ditunjuklah Gusti Mahmud sebagai pengganti sementara (mangkubumi), menunggu putra mahkota cukup usia. Gusti Mahmud menjalankan pemerintahan sebagai Kepala Swapraja Simpang, sampai meninggal dunia tahun 1952.

Situs ini menempati tanah seluas lebih kurang 231 meter persegi, yaitu lebar 14,02 meter dan panjang 16,48 meter. Menempati bangunan (cungkup), dengan lebar 4 meter dan panjang 6 meter. Bernisan kayu belian, di cat kuning. Jarak antar nisan 0,95 meter, dengan tinggi 0,64 meter dan 0,62 meter. Di samping makam Gusti Mahmud, tertulis nisan bernama Utin Suase dan 1 makam anak kecil.

Makam Gusti Mahmud diberi jirat keramik tiga tingkat, dengan lebar 1,05 dan panjang 1,85 meter. Tnggi setiap tingkat jirat sekitar 0,10 meter, menyerupai merucut.

 



Kesejarahan

Pendiri keraton dan Kerajaaan Simpang Matan pertama, yaitu Pangeran Ratoe Agung Kesumaningrat, 1744. Dibangun kembali pada 1815, oleh Panembahan Anom Suryaningrat (Gusti Mahmud). Tahta dilanjutkan putra mahkota, Panembahan Kesumaningrat (Gusti Muhammad Roem) 1845 - 1874. Tahta berlanjut ke Panembahan Suryaningrat (Gusti Pandji), 1874 - 1911. 

Tahun 1911 - 1915, Kerajaan Simpang perang dengan Belanda, yang dikenal dengan Perang Belangkaet. Kondisi ini membuat ibu kota kerajaan berpindah, dari Simpang Keramat ke arah hilir, yaitu Teluk Melano. Kerajaan ini dipimpin Panembahan Gusti Roem, sejak 1911 hingga 1942. Setelahnya, dilanjut putra mahkota, yaitu Panembahan Gusti Mesir (1942 - 1943).

Pada masa pendudukan Jepang, Panembahan Gusti Roem dan Panembahan Gusti Mesir, ditangkap bersama kerabat kerajaan dan masyarakat biasa lainnya. Mereka menjadi korban fasisme Jepang di Mandor.

Sementara pemerintahan kerjaan kosong, maka tahta diisi oleh mangkubumi, saat itu dijabat Gusti Mahmud. Gusti Mahmud menjadi raja sementara (mangkubumi) dari 1943 - 1956. Kemudian sejak 1956 hingga 2007 terjadi kekosongan tahta. Tahun 1957 Kalimantan Barat mekar menjadi provinsi sendiri. Dimungkinkan, secara otomatis raja-raja di Kalbar demisioner dan nonaktif dari jabatannya.

Di Kerajaan Simpang khususnya, dari 1956/1957 hingga 2008 tak ada raja yang bertahta. Demi kepentingan menjaga kebudayaan, dan untuk eksistensi Kerajaan Simpang yang pernah jaya di masa lampau, 2008 dilantiklah Drs. H. Gusti Muhammad Mulia. Yaitu, sebagai penerus tahta Kerajaan Simpang, yang bergelar Sultan Muhammad Jamaluddin II sebagai Raja Simpang Matan VII. Beliau wafat 2017. Tahun 2018, tahta Kerajaan Simpang diteruskan putra mahkota, Gusti Muhammad Hukma, S.E.

Pada saat ibu kota berpindah ke Teluk Melano (1911)Keraton Simpang tua ditinggalkan. Hingga akhir hayatnya, Gusti Pandji dan pengikut setianya masih menetap di Keraton Simpang tua. Setelah Gusti Pandji wafat, keraton menjadi tidak terawat. perlahan, warga bergeser dari pusat kota pertama Kerajaan Simpang  Matan, pindah ke hilir atau ke hulu sungai. Sehingga kota Simpang tua ditinggalkan. Yang tersisa saat ini, puing-puing bekas keraton, bekas masjid dan makam-makam saja. Kondisi bekas keraton dan masjid yang tersisa saat ini tidak banyak dan utuh lagi. Kondisinya sangat memprihatinkan.

Sementara, keraton yang berada di Teluk Melano. Keraton yang menjadi bukti pusat Pemerintah Kerajaan Simpang Matan terakhir, nasibnya tak jauh beda dengan istana Simpang Keramat, Matan tua dan Sukadana tua. Penyebabnya, apakah karena kekosongan tahta sejak 1956 hingga 2007? Apakah akibat Gusti Roem dan Gusti Mesir menjadi korban fasisme Jepang? Atau kerana meninggalnya Mangkubumi Gusti Mahmud, dan kerajaan telah melebur ke NKRI? Atau karena faktor lain, yang membuat keberadaan Keraton Kerajaan Simpang Matan di Teluk Melano tidak terlihat lagi? Wallahu a’lamu.

Puncaknya, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran-Negara Tahun 1953 No. 9), sebagai Undang-Undang.   Semua swapraja/kerajaan, khususnya di Kalimantan Barat telah lebur dan menyatu menjadi bagian NKRI.   Berdasarkan undang-undang tersebut, Kerajaan Simpang pun menyatakan bergabung dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kawasan eks Keraton Simpang di Teluk Melano, banyak menjadi fasilitas umum. Termasuk sekolah SMPN 01 Simpang Hilir, SDN 01 dan pasar Melano. Kemudian jalan menuju Jembatan Teluk Melano, dulu bagian dari aset kerajaan, namun kini sudah jadi jalan raya.

Kedudukan keraton Simpang di Telok Melano dulu, kini telah dibangun kantor Pos. Semua  wilayah kekuasaan  dan sebagian aset Kerajaan Simpang Matan (tanah), secara otomatis di ambil alih Pemerinth Republik Indonesia. Tidak ada hitam putihnya mengambil alih aet aset kerajaan tersebut, hingga sekarang.

Saat pelantikan Raja Simpang Matan VII 2008, Drs. H. Gusti Muhammad Mulia mengemukakan, bahwa saat ini mereka para ahli waris kerajaan sudah tidak memiliki apa-apa lagi. “Kami sekarang tidak memiliki apa-apa lagi. Jangankan keraton, tanah pun kami tak punya,” ucapkan Gusti Muhammad Mulia, sambil berkaca-kaca, dalam sambuatan pasca acara pelantikan beliau.

Share:

Cari Blog Ini

  • ()
  • ()
Tampilkan selengkapnya
Diberdayakan oleh Blogger.

Kontributor

Blogger templates