Penelitian
di Gua Batu Cap pertama kali dilakukan oleh tim dari Bidang Arkeologi Klasik
Puslit Arkenas, dipimpin Dr. Endang Sri Hardiati tahun 1993. Penelitian lanjutan pada situs Batu Cap,
dilakukan oleh Balai Arkeologi Bandung pada Januari 1996.
Situs Batu
Cap terletak pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Berada di kawasan
Taman Nasional Gunung Palung, merupakan bagian dari daerah sebaran satuan batu
granit di Desa Sedahan. Secara keseluruhan, situs tersebut merupakan sebuah
ceruk (shelter) yang terbentuk oleh bongkahan-bongkahan batu granit.
Disebut
Batu Cap, sebab penemunya warga Sedahan
Jaya bernama Cap. Rupa batu tersebut, yaitu bebatuan alam berukuran besar,
berisi coretan-coretan berwarna merah. Sehingga
disebut juga Batu Bergambar (rock painting). Letak batu tersebut
tepat di mulut gua, dan telah terdaftar sebagai situs purbakala yang tahun
pastinya belum dapat di ketahui.
Di sekitar
lokasi situs juga dihuni beragam satwa yang sering dijumpai dalam budaya
prasejarah. Misalnya, burung Enggang dari jenis Enggang Badak (Bucaros
rhinocaros). Di samping itu, terdapat jenis-jenis satwa lain seperti burung
Elang (Haliastur indus), Bekantan (Nasalis larvatus), Kelempau (Hilobates
moloch) dan Orang Utan (Pongo pygmaeus).
Selain
jenis satwa juga, terdapat beberapa kebiasaan masyarakat yang mencerminkan cara hidup pada ribuan tahun silam. Salah
satunya adalah tradisi berburu lebah madu liar dengan cara yang tradisional.
Ladang berpindah, yang sebagian masyarakat juga masih menjalaninnya. Tradisi
ritual tahunan yang erat kaitannya dengan keselematan kampung seperti; Caboh
kampong, nyapat tahun, selamatan kampung dan hal hal yang berkaitan dengan
kepercayaan terhadap roh nenek moyang serta kekuatan alam.
Motif
lukisan yang terdapat di situs Goa Batu Cap, antara lain berupa motif manusia, cap tangan yang
digambarkan secara kasar berupa jejak
telapak tangan. Terdapat juga motif duri ikan, ular, binatang bersegmen
menyerupai bentuk seperti lipan, perahu dan matahari. Serta ada pola geometris seperti bentuk
lingkaran dan garis-garis pendek. Semua motif-motif tersebut digambarkan dengan
menggunakan warna dasar merah. Beberapa motif diantaranya, dipertegas dengan
menggunakan garis berwarna putih.
Keberadaan
prasasti pada Gua Batu Cap di Desa Sedahan Jaya, membuktikan bawah peradaban di Tanah Kayong sangat tua. Sudah ada sejak sebelum masehi.
Sebab prasasti Batu Cap usianya sudah
ribuan tahun.
Lukisan
pada Gua Batu Cap dapat diartikan selain sebagai karya seni di masanya, juga
melambangkan alam fikiran. Melambangkan kepercayaan yang bersumber pada
kekuatan magis atau religius. Hal
ini dapat dilihat dari warna yang digunakan, dominan motif ukiran warna
merah pada batu.
Sebab,
biasanya dalam budaya masyarakat prasejarah, untuk menggambarkan sesuatu mereka
memilih warna warna tertentu. Warna merah dianggap lebih tinggi kedudukannya
oleh masyarakat purba, dibanding warna yang lainnya. Maka dapat disimpulkan,
bawah situs Gua Batu Cap memiliki nilai penting bagi masyarakat purba di masa
itu. Yaitu, sebagai tempat ritual atau tempat yang disucikan.
Pengambaran
motif-motif pada Gua Batu Cap dengan warna yang dominan merah, juga ditemukan
di situs Sangkulirang Mangkalihat Kalimantan Timur. Kemudian Papua, Sulawesi
dan Indonesia bagian tengah lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar