Komplek Keramat Sekusur (Sekusor), merupakan kawasan cagar budaya yang sangat penting bagi keberlangsungan sejarah Kesultanan Matan. Kesultanan yang pernah wujud abad 16 – 19 Masehi di Kalimantan Barat. Ini dikuatkan dari sumber-sumber dan manuskrip, bahwa Sekusur pernah menjadi ibu kota Kesultanan Matan, pada masa Sultan Muhammad Zainuddin (Gusti Zakar Negara). Sultan yang memerintah pada tahun 1689 – 1732.
Kawasan Keramat Sekusur ini terletak di tengah-tengah perkebunan sawit. Utara berbatasan dengan perkebunan sawit. Selatan, berbatasan langsung dengan Sungai Lubuk Batu (Sungai Sidiau). Barat berbatasan perkebunan sawit, dan timur berbatasan dengan Sungai Lubuk Batu. Panjang kawasan Keramat Sekusor 456 meter, dengan lebar 230 meter, atau luas 10,4 Hektare.
Salah satu Makam tua di komplek Keramat Sekusor |
Daerah pemukiman kuno ini, masyarakat lazim menyebutnya Keramat Sekusur. Kawasan yang berada di wilayah admnistratif Desa Lubuk Batu ini sering diziarahi. Bukan hanya masyarakat setempat, bahkan dari daerah lain. Misalnya peziarah dari Sandai, yang berjarak + 150 Km dari lokasi. Menurut peziarah Sandai, mereka mendapat pesan orang-orang tua terdahulu. Jika mereka berziarah ke daerah Kerajaan Simpang Matan, diwajibkan datang ke Keramat Sekusur.
Nama Keramat Sekusur abadi dalam kisah tutur yang turun-temurun di masyarakat Simpang Matan. Kisah mengenai kemurkaan raja Gusti Pandji terhadap penjajah Belanda. Belanda saat itu ingin menerapkan pajak, atau yang dikenal masyarakat dengan Belasting. Sehingga pada 27 – 28 Februari 1915, meletuslah Perang Belangkaet. Kemurkaan raja tersebut terungkap dalam bentuk pantun.
Bait dari pantun Gusti Pandji berbunyi, “Sekusor bepagar bukit, banyak keramat di daratnye, hatiku bujo dibuat sakit, adak selamat pendapatnye.” Artinya: Sekusur di kelilingi bukit, banyak makam keramat di atasnya, niatku benar dibuat sakit, tidak akan selamat dalam hidupnya.
Sumpah/kemurkaan Gusti Pandji tersebut, pernah ditulis oleh Gusti Muhammad Mulia (Raja Simpang Matan VII). Beliau menulis buku Sejarah Kerajaan Tanjungpura, Matan dan Simpang tahun 2008.
Dari pantun Gusti Pandji itu, nama Sekusur abadi hingga saat ini. Selain itu, dari sumber manuskrip Eropa, nama Sekusur sering kali disebut. Misalnya Goerge Muller (1822), beberapa kali menulis tentang Sekusur, dan tokoh yang pernah memerintah di Kerajaan Matan. Muller menyebutnya, ibu kota kerajaan di Sekusur pada masa itu.
Keramat Sekusor berada di atas mungguk atau dataran tinggi. Tempat ini sengaja ditetapkan sebagai areal pemakaman. Menurut pemerhati budaya dan sejarah asal Simpang Hilir, Raden Jamrudin, nama Sekusur diambil dari tumbuhan liar bernama Asam Sekuso/Sekusor, bahasa lain dari Sekusur.
Dahulunya menurut Raden Jamrudin, asam sekusur banyak tumbuh di daerah tersebut. Asam sekusur sekarang lebih dikenal dengan nama rosella. Penggunaan nama dari tumbuhan liar ini, juga identik dengan tempat keramat lain yang ada di bukit Meranse, Kecamatan Sandai. Meranse juga berasal dari nama tumbuhan Meranse.
Dari informasi lisan, penuturan masyarakat setempat, bahwa Sekusur dulu merupakan pemukiman yang sangat ramai. Letak kampung tersebut di aliran Sungai Sidiau atau Sijo, saat ini dikenal Sungai Lubuk Batu. Sungai ini tepat berdampingan dengan Makam Keramat Sekusur.
Hasil penelitian sementara, terdapat objek-objek yang diduga cagar budaya di kawasan Keramat Sekusur. Objek tersebut, yaitu:
1) Makam berbahan batu, berbentuk pipih type Tumasik (singapura), warna alami, berjarak 24,60 meter dari situs C, selanjutnya disebut Situs A (bagian dari Zona A atau Zona Inti);
2) Makam-makam dengan nisan kayu, berusia tua, kondisi/bentuk sudah rusak, selanjutnya disebut Situs B. jarak dari situs A 1,60 meter. Nisan dengan kayu ini, diduga kuat makam Ratu Keraton, istri Gusti Mahmud (Panembahan Anom Suryaningrat ) raja Simpang Matan ke-2, (bagian dari Zona A atau Zona Inti);
3) Makam dengan nisan tipe gada, bentuk segi delapan, di cat kuning, berada di cungkup zona inti, selanjutnya disebut Situs C. Nisan dengan ukiran bermahkota ini diduga kuat makam Gusti Zakar Negara (Sultan Muhammad Zainuddin) sultan Matan pertama, (bagian dari Zona A atau Zona Inti);
4) Makam pipih dari bahan semen, di cat kuning, selanjutnya disebut Situs D, belum bisa teridentifikasi siapa yang dimakamkan di Situs D tersebut;
5) Makam-makam dengan nisan kayu dengan berbagai ukuran, berusia tua, kondisi telah rusak dan telah patah bahkan tidak tampak lagi, berada disekeliling makam di Zona A, diduga makam warga atau kerabat kerajaan, selanjutnya disebut Zona B;
6) Lokasi temuan keramik kuno, berjarak 200 Meter dari Zona A, selanjutnya disebut Zona C.
Kesejarahan
Menurut catatan Goerge Muller (1822), Sekusur merupakan tempat berdiamnya Sultan Muhammad Zainuddin (Gusti Zakar Negara). Bahkan Muller menyebutnya sebagai Sultan van Sekusur, yang artinya Sultan yang berasal dari Sekusur.
Selain Sultan Muhammad Zainuddin, Meruhum Ratu juga disebut sebagai sultan dari Sekusur. Meruhum Ratu (Pangeran Ratu), merupakan putra pertama Sultan Muhammad Zainuddin. Meruhum Ratu sempat menggantikan tahta ayahnya selama 4 tahun, kemudian wafat dan dimakamkan di Matan. Tahta Matan selanjutnya dilanjutkan oleh adiknya yakni pangeran Mangkurat bergelar Sultan Aliuddin (Pangeran Mangkurat).
Pangeran Mangkurat kemudian meninggal pada tahun 1749, dan dimakamkan di Matan kuno, bersebalahan dengan makam abangnya. Setelahnya mangkatnya Pangeran Mangkurat, Kesultanan Matan bergeser ke Negeri Laya (Sandai), diperintah oleh anak Sultan Mangkurat, yakni Giri Laya (Sultan Muhammad Muazzidin).
Sultan Muhammad Zainuddin sangat terkenal. Beliau anak dari Pangeran Putra bin Sultan Muhammad Syafiuddien (Giri Mustika), bin Sultan Muhammad Tajudin (Giri Kasuma), bin Sultan Musthafa Izzudie (Panembahan Baroch), bin Sultan Ummar Akamuddien (Ayer Mala), bin Sultan Abu Bakar Jalaluddien (Bandala), bin Sultan Hasan Kawiuddien (Sang Ratu Agung/Pudong Berasap), bin Sultan Ali Aliuddien (Karang Tanjung), bin Baparung bin Prabu Jaya.
Kesultanan Matan di masa Sultan Muhammad Zainuddin, banyak berhubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di Kalimantan Barat. Bahkan luar Kalimantan. Beliau juga terlibat dalam pendirian Kesultanan Mempawah dan Pontianak.
0 komentar:
Posting Komentar