Kondisi Situs Komplek Makam Abad 19 di Matan yang Memprihatinkan

  


Komplek makam tua, dengan tipe nisan singapur/tumasik abad ke-19, tidak diketahui identitasnya. Makam ini berada di koordinat 1°05’59.6” S - 110°12’06.2” E. Saat ini, makam tersebut dialihfungsikan oleh pemilik tanah yang baru, menjadi kebun sawit dan kopi.

Kondisi nisan tua tersebut sangat memprihatinkan. Saat Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), bersama pegiat sejarah melakukan peninjauan pertama  ke lokasi ini, sunguh menyayat hati. Kami menyaksikan dan melihat tiang nisan ada yang patah, pecah bahkan terbenam ke dalam tanah.

Kondisi situs yang dekat dengan kandang sapi, bahkan sebelahnya sudah patah akibat sapi yang dilepas liar oleh warga

Komplek makam ini berada pada sebelah barat makam Sayyid Kubra dan Kolam Laut Ketinggalan. Berada di dataran tinggi. Terdapat sekitar 15 makam di situs ini. Terdiri dari 3 pasang nisan bulat  dan  sebanyak 2 pasang nisan batu berbetuk pipih. Satu pasang nisan terbuat dari kayu belian yang telah tua, dan 9 kuburan lainnya bernisan batu alam biasa.

Dari hasil pendataan dan identifikasi lapangan, dapat kami jelaskan sebagaimana sketsa makam yang kami buat, yaitu:

1)        Makam A = nisan batu andesit berbentuk bulat dan bermotif; panjang nisan lebih kurang 0,80 mater; nisan masih terlihat utuh di bawah pohon kopi; warna nisan alami;

2)        Makam B = nisan batu andesit berbentuk bulat dan bermotif; panjang nisan lebih kurang 0,80 mater; nisan  dibagian kaki patah dan bagian kepala masih terlihat utuh; warna nisan alami; berada di bawah pohon kopi;

3)        Makam C = nisan batu andesit berbentuk pipih bermotif; panjang nisan lebih kurang 0,80 mater; 1 nisan  patah 3, dan 1 masih utuh; kedua nisan posisi tumbang; makam ini berampingan dengan Makam B; warna nisan alami; berada di bawah pohon kopi;

4)        Makam D = nisan kayu belian; bentuk nisan persegi 4, bermotif; usia nisan tua, keropos/lapuk; berada di bawah pohon besar;

5)        Makam E = nisan batu andesit berbentuk bulat dan bermotif; saat ditemukan di nisan terbenam hingga rata permukaan tanah; panjang nisan sekitar 0,40 meter;

6)        Makam F = nisan batu andesit berbentuk pipih bermotif; panjang nisan lebih kurang 0,70 mater; nisan bagian kepala telah patah dan bagian kaki masih utuh; berada tak jauh dari jalan utama; makam berdampingan denan makam nisan batu alam (Makam G);

7)        Makam G = ialah makam-makam dengan menggunakan batu alam, batu desa setempat; nisan ada yang masih utuh, ada yang tinggal 1;

8)        Sekitar 100 meter ke arah timur komplek makam ini, yaitu situs Kolam Danau Raja.

Tim Ahli Cagar Budaya sedang melakukan pembenahan pada situs yang memprihatinkan

Tipe nisan semacam tersebut, sering disebut sebagai nisan Singapura/Tumasik (Melayu). Tren pembuatan nisan ini, mulai era 1700-an akhir hingga 1900-an. Jika dilihat secara seksama, ada satu tren nisan yang mirip dengan nisan Raja Riau (Gusti Bandar) di Sukadana, bentuk pipih. bentuk tersebut, diduga kuat buatan tahun 1700-an akhir.

Jika diamati dari nisan-nisan tersebut, dapat disimpulkan sementara, bahwa makam-makam tersebut lebih muda dari komplek makam Sayyid Kubra. Bisa jadi, makam ini menjelaskan  mengenai keberlanjutan dan transisi, perpindahan dari Kesultanan Matan ke Negeri Laya (Sandai). Atau transisi/perpindahan peradaban ke Simpang Matan.

Salah satu nisan abad 19 yang sepasanganya telah rusak akibat aktivitas sapi yang dilepas liar


Tidak jauh dari nisan yang patah-mematah tersebut, terlihat sapi liar bertambat tanpa tali hidung. Di Desa Matan Jaya, ada oknum warga yang memiliki kebiasaan memelihara sapi dilepasliarkan saja. Biasanya tanpa ada kandang dan perawatan yang memadai. Sapi-sapi liar ini sering jadi masalah dan keluhan bagi warga yang lain. Karena merusak pekarangan dan tanaman warga lain. Kerusakan pada nisan-nisan di lokasi pemakaman tua ini, diduga akibat ulah sapi liar yang kurang terurus.

Dugaan  akibat ulah sapi dimaksud, diperkuat dari jejak kaki sapi disekeliling nisan, membuat tanah jadi lundang (becek). Serta kotoran sapi yang berhamuran kesana kemari di sekitar nisan/kuburan. Saat datang pertama kali, salah satu Tim Ahli Cagar Budaya mendapat informasi dari warga,  bahwa nisan yang patah tersebut akibat ditabrak sapi.

Seharunya, kita memiliki sikap dan penghormatan yang tinggi kepada leluhur kita di makam tersebut. Kendatai kita tidak tahu-menahu siapa yang dimakamkan, menghormati yang orang yang telah meninggal wajib hukumnya. Sebab kita pun akan menyusul mati juga. Jika makam kita diperlakukan tidak layak oleh orang lain, tentu roh/arwah kita tidak akan terima juga.

Logikanya, jika sebidang tanah terdapat komplek pemakaman, maka wajib hukumnya untuk tidak digarap. Sebab dipastikan, bahwa komplek tersebut dulunya merupakan tanah yang diwakafkan, pasti untuk pemakaman khusus.

Disadari atau tidak, cerminan cara berpikir kita hari ini masih jauh dari bagaimana cara menghomati leluhur. Sementara untuk urusan duniawi, kita suka berlomba-lomba, bahkan memperebutkannya. Misalnya dimana tanah warisan si fulan bin si fulan. Dimana durian pusakan si fulan bin si fulan, rata-rata kita tahu dan hafal. Saat ditanya soal pemakaman para raja dan kesejarahnnya, kita sering menjawab tidak tahu. Atau bahkan menyandarkannya pada cerita-cerita yang berbau mistik, atau tafsiran mimpi seseorang yang dianggap tokoh. Sementara, cerita mistik dan pendapat dari orang yang dianggap berilmu tersebut, sama sekali tidak memiliki dasar atau data yang kuat.



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

  • ()
  • ()
Tampilkan selengkapnya
Diberdayakan oleh Blogger.

Kontributor

Blogger templates