Kondisi Situs yang memprihatinkan |
Suatu saat salah
seorang sahabat dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) sedang belanja membeli
sesuatu disalah satu toko Sukadana. Saat itu tidak sengaja mendengar pembicaraan
serius dari beberapa orang dipojok toko, sambil menonton video diyutube,
tentang salah satu makam dengan susunan
bata merah yang sudah tidak utuh lagi.
Masing masing berteori
dan memberikan pendapat tentang keberadaan makam yang kini sudah menyedihkan
dan kurang terawat itu. Namun yang paling menarik adalah ketika salah seorang
diantara mereka nyeletuk mengatakan jika bata yang ada dimakam itu bisa
berkhasiat untuk obat gondok, sebab ia pernah membuktikan. Hal itu dibenarkan
dengan yang lain namun juga ada yang menyanggah, kalau batu Bata merah yang ada
itu tidak boleh di ambil nanti bisa kena “tulah”, atau marabahaya.
Pembicaraan diatas
adalah sesatu yang umum dan sering kita dengar dimasayarkat, terutama mengenai
kepercayaan yang berbau mitos ataupun klenik. Kendati sulit dibuktikan namun
faktanya kepercayaan tersebut masih mengakar kuat di sebagian masyarakat.
Dua kepercayaan diatas yakni
yang percaya bhwa batu merah memiliki khasiat dan batu bata merah itu tidak
boleh di pindahkan atau di ambil memiliki sisi positif, dan sekaligus juga memiliki
efek negatif bagi yang percaya untuk
perobatan. Sebab bisa dibayangkan apabila terus menerus orang yang percaya
bahwa batu bata merah itu memiliki khasiat, dan mereka mengambilnya sedikit
demi sedikit, maka pelan pelan batu bata merah yang ada disebuah situs tersebut
akan lenyap.
Penulis sendiri pernah
kedatangan seseorang teman dari jauh namun masih diruang lingkup tanah kayong,
kebetulan sang teman ini tidak pernah kerumah. Seampainya dirumah ia melihat
banyak informasi, yang saya cetak dalam bentuk besar berupa sejarah dan bukti
bukti tinggalan yang ada di Tanah Kayong.
Sekilas tampak ia
tertarik dengan satu papan informasi, lalu mengajukan sebuah pertanyaan pada
saya untuk bagaimana memohon izin agar sedikt saja mendapatkan bagian dari
salah satu bekas tiang Masjid Keraton Kerajaan Simpang tahun 1814, yang saat ini sudah tinggal tunggul saja.
Lalu saya bilang untuk
apa?. Ia bilang hanya untuk obat dn kegunaan lainnya, bahkan dia bilang mau
minta sedikita saja entah satu cuil dengan (di tarah). Kemudian karena si teman
ini cukup akrab , ya saya bilang,
“ boleh, tapi saratnya nanti
kamu saya foto saat narah kayu itu “.
“ ngapelah difoto ?”.
“ Untuk bukti nanti
laporan ke polisi kalau awak kenak pasal pengrusakan undang undang cagar budaya
, hehehe “.
“ eh ye ade undang
undnag gak ye “. Sambil tertawa kecut, kamipun
lanjut ngopi.
Peristiwa di atas sekedar
gambaran betapa terancamnya situs cagar budaya kita salah satu faktornya karena
kepercayaan yang salah kaprah. Dan sesungguhnya masih banyak lagi fenomena fenomena
yang sering dijumpai dimasyarakat mengenai hal hal klenik yang berakhir pada
pengrusakan ataupun pencurian dengan kedok khasiat atau kekuatan ghaib.
Namun disisi yang lain masyarakat
percaya hal hal yang berbau klenik ataupun mitos lebih kearah yang positif, yakni
tidak berani mengambil, merubah ataupun berbuat hal hal yang merusak lainnya. Kepercayaan
seperti ini perlu dikembangkan sebab postif namun kepercayaan yang sifatnya
merusak janganlah sampai diwariskan pada anak dan cucu.
Akibat dari lepercayaan
kelnik yang kearah negatif kita bisa lihat dimakam Raja Sukadana kuno seperti
di Panembahan Ayer Mala Desa Gunung Sembilan. Menurut keterangan warga nisan yang
patah saat ini dulu pernah di tabrak sapi dan mati, serta pernah juga dicuri
oleh seseorang, namun karena ada sebuah peristiwa ghaib maka dipulangkan
kembali. Saya rasanya geleng kepala
dengan cerita ini.
Kondisi Situs yang memprihatinkan |
Lalu makam keramat pulau datok Nisannya juga pernah dicuri orang dan katanya dikembalikan, namun nyatanya nisan itu saat ini hanya ada dua pasang. Padahal dalam literasi sejarahnya tokoh yang dimakamkan disana ada tiga orang yakni Syehk Ali, Syehk Muhammad dan Seyehk Husein yakni para pemuka agama di masa kerajaan Sukadana tua atau Tanjungpura Kuno.
Begitu juga komplek
makam tok mangku yang nisannya hanya tinggal satu pasang sementara 6 jirat makam
lainnya hilang. Belum lagi di makam gunung lalang yang saat ini nisan yang ada
hanyalah semen cap tiga roda, heehe.
Walau tidak jelas
kemana nisan nisan itu, apakah faktor alam atau faktor kejahilan tangan
manusia, namun sepertinya kita harus lebih banyak belajar bagaimana mengahargai
makam makam para leluhur, terutama para umaro` dan waliyullah dikerajaan Tanjungpura
kuno dan Kerajaan Matan serta Kerajaan Simpang, yang saat ini menjadi Kabupaten
kayong utara.
Mereka telah bersusah
payah merintis daerah ini hingga kemduian peradaban menyebar ke seantero
borneo, merak juga para waliyullah bersama umaro` di kerajaan kerajaan telah menyebarkan
Islam hingga kita saat ini bisa menikmati hidup dalam Iman dan Islam.
Kita menghargainya
tidak perlu dengan berjuang seperti mereka, namun cukup dengan merawat dan
melestarikan apa yang telah ditinggalkan, sambil sesekali ziarah dan bertawassul
untuk berkirim doa’ pada mereka. Dengan demikian kita akan terlihat seperti
manusia yang beradat dan beradab sebab bisa menghargai jasa jasa para leluhur,
Amieen . MIFTAHUL HUDA.
0 komentar:
Posting Komentar