Tukang bongkar kubur ?

 

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kayong utara, dari kanan : Mahud, Miftahul Huda, Isya Fachrudi, Hasanan, dan M Ilham, Saat mengikuti  Ujian Sertfikasi Ahli Cagar Budaya di Jakarta pada 19 hingga 26 Juli 2022. 

“Kenapa Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Kayong Utara (TACB) kok bongkar bongkar kubur ?”. begitulah salah satu pertanyaan yang menggelitik. Walaupun bahasa bongkar kubur itu berkonotasi negatif, sebab yang di lakukan TACB bukan melakukan pembongkaran, namun Eskavasi atau pengupasan permukaan,  sesuai dengan tujuan guna penelitian yang diatur dalam pasal 79 ayat 1 – 5 Undang Undang Cagar Budaya no 11 Tahun 2010.  

Lalu apa pengertian Eskavasi itu ?. dilansir dari laman Kemdikbud, bahwa  Ekskavasi dalam pengertian Kepurbakalaan adalah ; salah satu teknik pengumpulan data melalui pengupasan  tanah yang dilakukan secara sistematik untuk menemukan satu, atau himpunan tinggalan arkeologi dalam situasi insitu.

Dalam kegiatan ini akan digunakan sistem Tespit dengan cara membuat titik-titik kotak galian secara acak, dimana sistem ini berbentuk kotak-kotak yang berpencar sporadis disekitar cagar budaya yang akan diberi zona pelindungan, sedangkan teknik penggaliannya menggunakan lot, dimana setiap lot ditentukan oleh perubahan data arkeologis. Dengan ekskavasi diharapkan akan diperoleh sebaran temuan, hubungan antar temuan, stratigrafis tanah, lingkungan alam dan manusia setelah temuan mengalami deposit.  

Eskavasi Situs Gunung Lalang

Demikian pula yang kami lakukan di situs makam keramat gunung lalang merupakan eskavasi atau pengupasan tanah permukaan dengan tujuan melihat struktur asli dari situs. Setelah terlihat struktur aslinya secara utuh, kami akan buatkan rekomendasi kepada pihak instansi terkait. Rekomendasi itu bisa berupa  penyelamatan sementara, restorasi hingga tata cara membangun sesuai dengan kondisi asli saat situs itu di bangun pada masanya.

Rekomendasi ini menjadi penting sebab seringkali pembangunan di  situs cagar budaya tidak begitu memperhatikan tata cara tentang kode etik pemugaran cagar budaya. Sebab prespektif membangun kontruksi moderen tidak bisa diterapkan untuk membangun cagar budaya.

Sebab berhadapan dengan benda cagar budaya, sama saja berhadapan dengan kondisi masa lalu. Artinya bagaimana sejarah dan budaya serta keberadaan masa lalu terhadap situs yang kita hadapi, harus diperhatikan untuk dipertahankan serta diletarikan. Mengenai tata cara pemugaran ini sebenarnya sudah diatur secara jelas dalam pasal 77 Ayat 1 sampai 8, UU cagar budaya no 11 tahun 2010.  

Lalu bagaimana kami bekerja ?. tentu kami bekerja dengan sangat hati hati, sebab benda yang di temukan didalam situs tidak boleh di rubah bentuk atau di geser ataupun di pindahkan dari posisi semula. Kami harus memakai sapu lidi, kuas, atau sendok semen untuk sedikit demi sedikit mengupas tanah yang sudah mendekatai permukaan situs.

Papan Informasi yang kami pasang di Gunung Lalang

Lalu dapat darimana data sejarah tentang situs?. ini pertanyaan bagus, sebab mungkin ada yang beranggapan kami dapat data sejarah dari warung kopi atau bahkan mungut dijalan. Alhamdulilah data sejarah yang kami dapat bisa diuji dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bahkan siapapun bisa mendapatkan jika ingin memiliki, kami sediakan soft copynya, bahkan sebagian kami digitalisasi dan kami unggah di internet supaya generasi kedepan,  atau siapapun yang berkeinginan belajar sejarah, juga bisa membaca dari sumber sumber primer.

Bagaimana kami cara mendapatkannya ?. dengan susah payah kami harus mengeluarkan biaya dan waktu yang tidak sedikit.  Kami harus ke ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), Perpustakaan Nasional (PERPUSNAS), dan berbagai perpustakaan eropa yang sebagian juga telah menyajikan data dalam bentuk digital, serta riset lapangan selama bertahun tahun untuk dapat bertemu nara sumber dan lain lain.

Kami melakukannya dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab moral, sebab kami sadar yang kami kerjakan adalah sesuatu yang berkaitan dengan warisan leluhur, yang membuat kita ada pada saat ini. maka tentu kami harus sangat berhati hati dan sumber sumber yang kami dapat kelak harus bisa teruji dan dipertanggung jawabkan.

Kendati demikian kami hingga saat ini juga masih membuka ruang untuk diskusi dan sharing terhadap siapapun, mengenai temuan situs, manuskrip, catatan, bahkan cerita lisan, semua kami tampung sebagai bentuk bahan diskusi dalam konteks kesejarahan dan memperkaya khazanah dan budaya.

Karena niat baik untuk menghidupkan kembali sejarah yang merupakan bagian dari warisan budaya maka sudah seyognya kita lakukan dengan cara cara yang berbudaya pula. Sebab warisan budaya itu sejatinya adalah miliki kita bersama, maka butuh kesadaran kolektif agar kita bisa bersama sama mendapatkan berkah . Amieen

TACB Kayong Utara

Penulis : MIFTAHUL HUDA

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

  • ()
  • ()
Tampilkan selengkapnya
Diberdayakan oleh Blogger.

Kontributor

Blogger templates