Situs Keramat Gunung Lalang, Titik Awal Persebaran Raja-raja di Kalbar, ini Sejarahnya !

makam keramat gunung lalang tampak dari atas

Situs yang berada di atas Gunung Lalang saat ini, terdapat beberapa makam. Salah satunya Panembahan Dibarokh (Sultan Musthafa Izzudien). Beliau meninggal tahun 1590 M.

Kelak keturunan beliau inilah menurunkan raja-raja yang ada di Kalimantan Barat. Diantaranya, yaitu Kesultanan Matan, Pontianak, Mempawah, Sambas, Meliau, Tayan, Simpang Matan, dan Matan Kayong Ketapang . Serta berhubung-kait dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Sanggau, Landak, Sekadau, Sintang, bahkan Kotawaringin dan Banjar.

Silsilah Kerajaan Tanjungpura Tua, Sukadana Tua, Matan Tua, Simpang Matan, Matan Kayong & Matan Tanjungpura serta benang merah dengan kerajaan lain di KALBAR. 

1. Berdirinya Kesultanan Sambas

Raden Sulaiaman yang dikenal dengan gelar Sultan Muhammad Tsafiuddien, berdarah Sukadana dan Brunei. Raden Sulaiman lahir dari pasangan Sultan Tengah (Brunei) dan Putri Surya Kesuma/ Ratu Soraya, yang berasal dari Sukadana. Silsilahnya , yaitu Ratu Soraya binti Giri Kesuma (Sultan Muhammad Tajudin) bin Panembahan Dibarokh.

Raden sulaiman kelak menikah dengan anak Ratu Sepudak Kerajaan Sambas bercorak hindu. Kemudian hari, dia menjadi raja Sambas pertama, dengan gelar sultan setelah Ratu Sepudak wafat.

2.    Berdirinya Kesultanan Matan Tua

Berdirinya Kesultanan Matan, pertama kali terletak di Sungai Matan, saat ini Desa Mata Jaya Kecamatan Simpang Hilir. Diawali oleh Panembahan Dibarokh, dengan membuka hutan dan membangun perkampungan. Kemudian hari, kota raja Matan ini didiami cicit beliau, yakni Gusti Zakar Negara, bergelar Sultan Muhammad Zainuddin.

Puing-puing reruntuhan Kota Matan yang dibangun oleh Penembahan Barokh masih dapat kita saksikan hingga saat ini. Kondisinya kurang terawat dan menyedihkan. Peninggalan tersebut seperti Kolam Laut Ketinggalan, Umpak (bekas tiang seri kerato), bekas pecahan-pecahan keramik. Serta  bata merah di sekitar lokasi bekas keraton Matan kuno, yang tidak jauh dengan komplek makam raja Matan, yakni Gusti Aliuddin atau  Sultan Mangkurat dan Sayyid Kubro. Ada juga makam bertipe nisan Aceh dan makam tua bertipe Phallus atau batu kuno. Hal ini seperti yang dikutip almarhum. Y.M. Drs. Gusti Muhammad Mulia (Raja Simpang Matan VII), dalam bukunya yang berjudul “Napak Tilas Kerajaan Tanjungpura Matan dan Simpang”.

Himbauan pada situs Gunung Lalang  

Panembahan Barokh bergelar Sultan Musthafa Izzudin, merupakan putra Panembahan Ayer Mala (Sultan Umar Akamuddin) bin Sultan Abubakar Jalaluddin, bin Sultan Hasan Kawiuddin bin Sultan Ali Aliuddin bin Baparung, bin Prabu Jaya (pendiri kerajaan Tanjungpura) era Sukadana. Prabu Jaya masih berhubug-kait dengan Kerajaan Majapahit.

  Saat pelantikan raja oleh Sunan Prapen, yang merupakan penerus dari dinasti Sunan Giri di Kedatuan, dia memberikan anugrah Gelar Panembahan Barokh dengan gelar Sultan Musthafa Izzudin. Setelah itu, Penebahan Barokh menitipkan anaknya yang bernama Pangeran Giri Kesuma untuk  belajar agama di Pesantren Kedatuan atau Giri Kedaton. Kelak, Giri Kesuma ini lebih dikenal dengan nama Panembahan Sorgi, yang bergelar Sultan Muhammad Tajuddin. Beliau melanjutkan tampuk pemerintahan selanjutnya.

makam keramat gunung lalang dari bawah

3.  Berdirinya Kerajaan Meliau dan Tayan, hubungan dengan Sanggau serta Embau Kapuas

Dari Panembahan Barokh juga, kelak berdiri Kerajaan Meliau dan Tayan. Jalurnya, Panembahan Barokh memiliki cicit bernama Gusti Lekar yang menikah dengan Encik Periuk, yaitu anak dari Kiai Jaga di Sungai Kapuas. Pernikahan keduanya dikaruniai 4 orang anak, yakni Gusti Gagok, Gusti Togok, Gusti Manggar dan Utin Perua.

Gusti Gagok mendirikan kerajaan Tayan, dengan gelar Pangeran Mancar. Sedangkan Gusti Manggar meneruskan kerajaan Meliau. Kemduian Gusti Togok menikah dengan anak raja Sanggau dan menjadi raja disana. Yang terakhir, Utin Perua menjadi isteri seorang pangeran di Kapuas Hulu (Embau Hulu Kapuas).

4.  Berdirinya Kesultanan Mempawah

Kesultanan Mempawah bercorak Islam berdiri, tidak terlepas dari tokoh Daeng Manambon. Beliau melanjutkan pemerintahan dari Panembahan Senggaok yang masih bercorak Hindu. Sebelumnya, Daeng Manambon membantu memulihkan tahta Kesultanan Matan. Atas jasanya,  beliau dianugrahi gelar Pangeran Mas Surya Negara. Kemudian beliau dinikahkan dengan Putri Kesumba, anak dari Gusti Zakar Negara (Sultan Muhammad Zainuddin) raja Kesultanan Matan.

 Setelah itu, Daeng Manambon dan Putri Kesumba diberikan tugas untuk memimpin Mempawah. Sebab panembahan Senggaok yang juga masih mertua dari Sultan Zainuddin wafat.

Maka kerajaan Mempawah dari jalur istri Daeng Manambon. Yaitu Putri Kesumba binti Gusti Zakar Negara, bin Pangeran Putra, bin Giri Mustika, bin Giri Kesuma bin Panembahan Dibarokh.

5.  Berdirinya Kesultanan Pontianak

Demikian pula berdirinya Kesultanan Pontianak oleh Syarief Abdurrahman Alkadrie, tahun 1771. Hal ini tidak bisa terlepas dari Kerajaan Matan dan Sukadana tua. Adapun Syarief Husein Alkadrie, meruoakan seorang Mufti di Kerajaan Matan. Jika dilihat dari tahun kedatangan beliau, yaitu di masa raja Pangeran Ratu. Pangeran Ratu melanjutkan kepemimpinan sang ayah, yaitu Gusti Zakar Negara (Sultan Muhammad Zainuddin), yang wafat tahun 1732 Masehi.

Syarief Husein menikah dengan Nyai Tua atau Utin Kabanat, anak dari  Sultan Muhammad Zainuddin. Pernikahan ini melahirkan Syarief Abdulrahman, yang kelak mendirikan Kesultaan Pontianak 1771 Masehi. Dengan demikian, ibu dari Syarief Abdulrahman masih menyambung dengan Panembahan Barokh. Yaitu, Utin Kabanat binti  Gusti Zakar Negara, bin Pangeran Putra, bin Giri Mustika, bin Giri Kesuma bin Panembahan Dibarokh.

6. Hubungan dengan Kerajaan Landak

Adapun hubungan kekerabatan Kerajaan Landak dan Sukadana tua, ketika perkawinan Putri Bunku atau Ratu Mas Jaintan, yakni anak dari Prabu Jaya Kesuma kerajaan Landak. Menikah dengan putra Panembahan Barokh bernama Giri Kesuma (Sultan Muhammad Tajudin).

Bahkan Putri Bunku sempat menjadi raja, saat Giri Kesuma wafat tahun 1609, dengan gelar Ratu Di Atas Dua Negeri. Gelar tersebut bermakna sang ratu memerintah di dua kerajaan,  yakni Kerajaan Landak dan Sukadana. Hingga akhirnya, di masa pemerintahannya diserang Kesultanan Mataram pada tahun 1622 M.

7. Hubungan dengan Kerajaan Kotawaringin dan Banjar

Dalam Hikayat Banjar dikisahkan, ketika Putri Bunku atau Ratu Mas Jaintan pulang dari daerah Pingit saat ditawan Mataram, dia sempat singgah di Banjar. Beliau menikahkan putranya, yaitu Giri Mustika atau Raden Saradewa  (Sultan Muhammad Tsafiuddien) dengan Putri Gilang, anak Adipati Antakesuma (Raja Kotawaringin). Adipati Antakesuma juga keturunan dari Sultan Mustain Billah, raja Kesultanan Banjar.

Dari pernikahan Giri Mustika dan Putri Gilang ini, lahir Pangeran Putra, yang kelak melahirkan Gusti Zakar Negara, sebagai sultan Matan pertama yang menempati kota raja Matan di Sekusor. Giri Mustika, merupakan cucu Panembahan Dibarokh. Beliau meninggal di tahun 1677 Masehi, dimakamkan dekat pusara kakeknya di atas Gunung Lalang.

struktur bata merah di makam keramat gunung lalang

Selain kerajaan tersebut, masih ada hubungan kekerabatan dengan kerajaan lain. Dengan demikian, makam yang berada di Gunung Lalang saat ini, menjadi penting. Sebab merupakan salah satu kunci atau rahim dari kerajaan-kerajaan lain yang ada di Kalimantan Barat.

 “Maka menjadi penting makam ini kita rawat dan lestarikan. Saat ini kami sedang lakukan eskavasi. Tujuannya, untuk penyelamatan situs dan melihat struktur secara utuh. Setelah itu, kita akan membuat konsep bagaimana merestorasi dan membangun komplek makam ini sebagai salah satu masterpice, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010,” pungkas Isya Fachrudi, Ketua TACB Kayong Utara.

“Kami menduga, struktur makam lain sezaman ini, seperti di makam Panembahan Ayer Mala, Tok Mangku dan Matan tua, jirat dan nisannya seperti di Gunung Lalang. Akibat adanya pemugaran atau hal lain, makam tersebut kehilangan bentuk aslinya. Karena itu, pentingnya eskavasi, untuk melihat struktur utuhnya. Setelah itu, kita buatkan konsep dengan mempertimbangkan tata etik cagar budaya,” tandas Hasanan, anggota TACB Kayong Utara.

“Dengan ikhlas dan tanpa upah atau anggaran, kami bekerja untuk penyelamatan situs Gunung Lalang. Dengan harapan satu saja, yakni semoga situs Gunung Lalang ini bisa menjadi contoh untuk memperlakukan situs-situs lainnya yang ada di Kayong Utara,” ungkap M. Ilham, anggota TACB Kayong Utara.  

TACB KAYONG UTARA 

Penulis : MIFTAHUL HUDA 

Editor : HASANAN 


















Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

  • ()
  • ()
Tampilkan selengkapnya
Diberdayakan oleh Blogger.

Kontributor

Blogger templates